Jumat, 03 April 2020


CARA KREATIF BELAJAR SINEMATOGRAFI dari RUMAH di TENGAH PANDEMIK COVID-19

Hai guys! Akhirnya kembali lagi diblog aku,eh iya pada dirumah aja kan?pastinya harus dirumah aja untuk memutuskan rantai virus yang menyebar di INDONESIA.Buat yang dirumah kan yok kita belajar dari rumah dan bekerja dari rumah.
Karena aku seorang mahasiswi jadi kuliah ku dialihkan menjadi kuliah online,supaya mata kuliah tetap berjalan dengan kondusif.Ada salah satu mata kuliah Sinematografi yang belajar tentang perfilman bener – bener mata kuliah favorite,tapi dengan adanya karantina buat kami stop untuk belajar tatap muka,supaya kita aman dan sehat.Semoga cepat pulih Bumi ku.
Aku bakalan kasih tips cara kreatif belajar Sinematorgrafi dari rumah di tengah pandemik covid -19.Pasti kalian punya handphone semua kan? Nah dari Handphone kita bisa belajar teknik dasar Sinematografi dengan steady camera.

1.                  Extreme Long Shot
Teknik Extreme Long Shot biasanya dilakukan ketika kamu ingin memperkenalkan sebuah gambar awal yang menunjukkan seluruh lokasi sebuah adegan atau isi ceritanya. Teknik ini membuat gambar yang diambil terlihat jauh dan kecil. Dimensi yang ingin ditangkap otomatis bersifat lebar.
Teknik ini memperlihatkan bahwa kamu ingin menunjukkan set lokasi di mana adegan atau scene tersebut terjadi (pengenalan lokasi). Biasanya rule of third diindahkan, namun tidak lama-lama karena langsung disambung dengan shot lain yang memperhitungkan aturan rule of third.
2.                  Very Long Shot
Kamu bisa langsung menggunakan teknik Very Long Shot dari Extreme Long Shot. Satu hal yang perlu diperhatikan, harus ada setidaknya satu objek utama yang mau kamu tonjolkan. Set lokasi boleh sama karena di sini kamu berusaha menunjukkan siapa atau apa yang mau kamu tekankan atau sampaikan.
3.                  Long Shot
Teknik long shot cinematography adalah untuk mengantarkan mata penonton kepada keleluasaan suatu objek (who or what). Dalam istilah lain dikenal dengan nama landscape format size. Biasanya digunakan untuk opening shot dengan diwakilkan oleh gambar atau objek seutuhnya dengan mengedepankan aturan rule of third.
4.                  Medium Close Up
Hampir sama dengan medium shotmedium close up juga bisa kamu gunakan sebagai alternatif lain saat kamu sedang menggarap video wawancara. Dikenal dengan istilah potret setengah badan, keunggulan yang bisa kamu dapatkan ketika memadukan antara medium shot dengan medium close up adalah gambar yang dinamis dan mendetail sehingga penonton tidak jenuh.
Sudut pandang atau camera angle juga memengaruhi dua teknik ini. Ada baiknya sudut pengambilan gambarnya berbeda. Misalkan medium close up kamu ambil dari kanan, lalu medium shot kamu ambil dari sebelah kiri.
6.     Close Up
Kalau medium shot merupakan teknik terbaik, maka close up adalah teknik yang paling populer digunakan. Komposisi ini memiliki karakter fokus pada wajah orang. Teknik close up juga cocok digunakan baik untuk wawancara maupun adegan tertentu karena memperlihatkan dengan jelas reaksi atau ekspresi orang.

Konsep Dasar Membuat Film

Sebuah karya film terdiri dari integrasi jalinan cerita. jalinan cerita terbentuk dari menyatunya peristiwa atau adegan-scene. Adegan terdiri dari beberapa sudut pengambilan gambar-shot. Dengan demikian, penggarapan sebuah karya film yang harus diupayakan sesempurna mungkin. Ada beberapa shot yang biasanya perlu diulang atau diperbaiki untuk mendapatkan hasil yang paling baik. proses itu disebut re-take.
1. Prinsip Penggunaan Bahasa Film
Komunikasi yang tercipta melalui media film hanya berjalan satu arah yakni kepada komunikan atau penonton. Untuk menyampaikan amanat film tersebut, dibituhkan suatu media. Oleh karena itu terdapat 3 faktor utama yang mendasari bahasa film, yaitu :
a.  Gambar/visual
Gambar dalam karya film berfungsi sebagai sarana utama. Oleh karena itu, andalkan terlebih dahulu kemampuan penyampaian melalui mediagambar tersebut untuk menanamkan informasi. Gambar menjadi daya tarik tersendiri diluar alur cerita.
    b.     Suara/audio
Keberadaan suara berfungsi sebagai sarana penunjang untuk memperkuat atau mempertegas informasi yang akan disampaikan melalui bahasa gambar. Sound effect dan ilustrasi musik akan sangat berguna untuk menciptakan mood atau suasana serta memperkuat informasi.
c.      Keterbatasan waktu
Faktor keterbatasan waktulah yag mengikat dan membatasi pengguanaan kedua sarana bahasa film diatas. Oleh karenanya, perlu diingat bahwa informasi yang penting saja yang diberikan. Penonton menganggap semua yang ditampilkan adalah penting. Jika ada informasi yang tidak penting, penonton akan menganggapnya penting, sehingga dapat membingungkan imajinasi.
2.     Seni Memahami Karakter Penonton
Berkarya dalam film memiliki sisi keasyikan tersendiri karena ada semacam seni atau permainan untuk emmahami karakter penonton. Komunikasi media film hanya berjalan one way traffic/satu arah. Oleh karena itu, pembuat karya film harus jeli melihat segmen penontonnya.
a.      Kemampuan menduga
Salah satu keasyikan penonton yang harus kita hargai adalah kemampuan emnduga adegan selanutnya. Hal tersebut muncul ketika pelaku dan alurnya bisa dipahami oleh penonton dan sanggup menggerakkan pikiran sebagai efek dari planting information (penanaman, informasi) sebelumnya.
b.     Faktor Penurut
Keasyikan yang lain adalah ketika penonton cenderung menuruti alur dan informasi yang diberikan meskipun secara sengaja informasi utama disembunyikan sehingga mereka salah mengerti/salah menduga. Ketika informasi utama/informasi yang benar tersebut diberikan, penonton akan merasa mendapatkan surprise.
c.      Identifikasi
Pada umumnya, setiap penonton cenderung tertarik pada tokoh yang baik atau memiliki kemampuan hebat. Mereka kemudian mengidentifikasikan dirinya/ terbawa secara emosional kepada tokoh tersebut. Hal yang perlu diperhatikan dalam penokohan adalah tokoh yang mampu membuat simpati penonton berubah-ubah.
d.     Kemampuan Kalkulasi
Hampir serupa dengan kemampuan menduga diatas, tetapi lebih dititikberatkan pada keinginan penonton untuk menghitung alur pemecahan masalah. Kelkulasi tersebut akan emmungkinkan penonton untuk untuk mempersiapkan tenaga saat menghadapi adegan-adegan yang membutuhkan pemecahan masalah yang sudah diperhitungkan sebelumnya.
e.      Kemampuan Mata dan Telinga
Kedua kemampuan yang biasa diperhitungkan oleh pembuat film adalah kemampuan penglihatan, yang lebih diandalkan untuk menerima informasi, di dukung dengan daya pendengaran. Akan lebih meletihkan bila hanya mengandalkan suara sebagai penyampai informasi. Oleh karena penonton terlanjur terbiasa menggunakan gambar untuk membantu imajinasinya.
3.     Mekanisme Produksi
Mekanisme produksi yang akan dibahas disini adalah tahap-tahap yang biasa dilalui dalam proses produksi film dan disesuaikan dengan produksi film indie yang diadaptasi dari penggarapan film layar lebarberdurasi panjang.
a.      Mengolah Ide Cerita
Hal yang perlu diperhatikan adalah mengolah ide cerita menjadi sebuah skenario dengan beberapa tahap yang biasa dilalui agar arahnya jelas, tidak melenceng jauh dari ide dasar dan agar kerangka ceritanya terkunci. Setiap tahapnya akan dibicarakan lebih lanjut dalam pembahasan mengenai skenario.
b.     Skenario Draft Awal
Mengolah kembali skenario draft awal untuk mendapatkan draft final skenario. Hal tersebut bisa dilakukan dalam beberapa kali briefing praproduksitriangle system, yaitu sutradara, produser an penulis skenario.

c.      Menyusun Kru Produksi
Setelah konsep produksi dan perkiraan rencana kebutuhan disepakati, perlu kiranya merekrut kru produksi yang sesuai dengan bidang yang ada dilapangan.
d.   Melengkapi Formulir Produksi
Setelah mendpatkan kru yang solid, diadakan rapat produksi bersama untuk melengkapi formulir dan berbagai catatan produksi secara lengkap sebagai petunjuk pelaksanaan di lapangan.
e.   Casting Pemeran
Untuk memerankan tokoh yang digambarkan dalam skenario, dibutuhkan casting pemeran. Tahap casting sebenearnya tidak mudah. Jangan sampai memilih teman sebagai pemeran utama tanpa memiliki bekal seni acting, ada beberapa pertimbangan yang harus dipikirkan, antara lain pembawaan naskah acting atapun postur tubuh yang sesuai dengan tuntutan skenario sutradara.
f.   Reading dan Rehearsal Talent
Pada tahap reading, talent dituntut bisa membawakan dialog dalam skenario dnegan pas, meliputi dialek, pemahaman karakter yang dimainkan, mimik wajah, dll. Dalam rehearsal, talent harus menguasai blocking sesuai oermintaan sutradara. Jika memungkinkan, talet bisa berlatih di lokasi yang akan digunakan dalam proses pengambilan gambar. Jika perlu, talent yang telah terpilih dikarantina dalam satu tempat khusus untuk beradaptasi antara satu sama lain dan terfokus pada film yang akan mereka bintangi
g.   Menentukan Lokasi
Masih pada tahap praproduksi, departemen lain, yaitu departemen penyutradaraan, dibantu oleh departemen produksi mencari loasi yang sesuai dengan location on script.
h.   Penyiapan Perangkat Produksi
Jangan lupa untuk selalu mengecek segala perangkat produksi serta kelayakan pemakaian kualitas dan kapasitas kerja supaya proses produksi yang dijadwalkan tidak terhambat.
i.    Briefing Produksi
Briefing produksi juga merupakan tahap yang penting agar produksi terlaksana sesuai mekanisme dan prosedur kerja yang diinginkan. Selain itu, briefing produksi merupakan langkah bagi setiap kru yang tergabung dalam pelaksana produksi untuk beradaptasi. Agar pemahaman cara kerja masing masing wewenang, dan batas kerjanya tidak tumpang tindih, pengaturan hendaknya disesuaikan dengan intruksi sutradara sebagai pemimpin produksi di lapangan
j.     Shooting
Setelah semua persiapan produksi dilakukan dengan tertib, langkah berikutnya adalah tahap produksi, yaitu shooting. Bisa dikatakan bahwa 70% proses produksi dihabiskan untuk tahap praproduksi pematangan konsep produksi pada tahap praproduksi memungkinkan pelaksanaan produksi tak banyak membuang waktu untuk membicarakan dari mana kamera merekam gambar, apa saja yang dilakukan talent saat itu, atau bahkan terlupakannya properti produksi yang harusnya ada. Dengan kata lain, pelaksanaan shooting hanya tinggal melakukan apa yang telah direncanakan secara matang pada tahap praproduksi.
k.    Evaluasi kerja produksi
Setelah selesai melakukan pengambilan gambar, usahakan untuk melakukan evaluasi kerja produksi setiap hari. Hal tersebut bertujuan agar kesalahan dan kendala produksi pada hari tersebut tak terulang kembali pada hari berikutnya
l.     Editing
Tahap berikutnya adalah tahap terakhir/editing. Hal yang dilakukan bukanlah sekedar memilih gambar dan menggabungkannya saja, tetapi lebih dari itu. Pemberian sentuhan seni juga perlu dilakukan, seperti memberi visual effect/sound effect yang mendukung jalannya cerita.
m.   Penanyangan Film Perdana
Proses editing memang merupakan akhir dari proses produksi. Namun prosesnya tak berhenti sampai disitu saja. Pemasaran karya film baru saja dimulai. Pertama kali diadakan premiere/launching penayangan film perdana. Dari situlah, karya film siap untuk diputar dan dipertontonkan kepada masyarakat umum.


Minggu, 19 Mei 2019

Manajemen Krisis

Manajemen krisis adalah proses yang membahas organisasi dengan sebuah peristiwa besar yang mengancam merugikan organisasi, stakeholders, atau masyarakat umum. Ada tiga elemen yang paling umum untuk mendefinisi krisis: ancaman bagi organisasi, unsur kejutan, dan keputusan waktu singkat. Berbeda dengan manajemen risiko, yang melibatkan menilai potensi ancaman dan menemukan cara terbaik untuk menghindari ancaman. Sementara manajemen krisis berurusan dengan ancaman yang telah terjadi. Jadi manajemen krisis dalam pengertian yang lebih luas merupakan sebuah keterampilan teknis yang dibutuhkan untuk mengidentifikasi, menilai, memahami, dan mengatasi situasi yang serius, terutama dari saat pertama kali terjadi sampai ke titik pemulihan kembali.

Definisi

krisis adalah suatu emergency, namun tidak setiap emergency adalah suatu krisis. Krisis ditangani oleh manajemen terhadap krisis. Krisis adalah kondisi tidak stabil, yang bergerak kearah suatu titik balik, dan menyandang potensi perubahan yang menentukan. Sedangkan keadaan darurat (emergency) adalah kejadian tiba-tiba, yang tidak diharapkan terjadinya dan menuntut penanganan segera.
Jadi esensi manajemen krisis adalah upaya untuk menekan faktor ketidakpastian dan faktor risiko hingga tingkat serendah mungkin, dengan demikian akan lebih mampu menampilkan sebanyak mungkin faktor kepastiannya. Sebenarnya yang disebut manajemen krisis itu diawali dengan langkah mengupayakan sebanyak mungkin informasi mengenai alternatif-alternatif, maupun mengenai probabilitas, bahkan jika mungkin mengenai kepastian tentang terjadinya, sehingga pengambilan keputusanan mengenai langkah-langkah yang direncanakan untuk ditempuh, dapat lebih didasarkan pada sebanyak mungkin dan selengkap mungkin serta setajam (setepat) mungkin informasinya. Tentu saja diupayakan dari sumber yang dapat diandalkan (reliable), sedangkan materinya juga menyandang bobot nalar yang cukup.
Krisis adalah situasi yang merupakan titik balik (turning point) yang dapat membuat sesuatu tambah baik atau tambah buruk. Menurut Djamaluddin Ancok, jika dipandang dari kacamata bisnis suatu krisis akan menimbulkan hal-hal seperti berikut :
  1. Intensitas permasalahan akan bertambah.
  2. Masalah akan dibawah sorotan publik baik melalui media masa, atau informasi dari mulut ke mulut.
  3. Masalah akan menganggu kelancaran bisnis sehari-hari.
  4. Masalah menganggu nama baik perusahaan.
  5. Masalah dapat merusak sistem kerja dan menggoncangkan perusahaan secara keseluruhan.
  6. Masalah yang dihadapi disamping membuat perusahaan menjadi panik, juga tidak jarang membuat masyarakat menjadi panik.
  7. Masalah akan membuat pemerintah ikut melakukan intervensi [1]
Kesadaran akan dampak yang ditimbulkan oleh krisis sekaligus lemahnya dalam mengantisipasi datangnya sebuah krisis, menjadikan perlunya langkah-langkah antisipatif dalam sebuah kerangka kerja yang disebut manajemen krisis.

Situasi Krisis

Manajemen krisis membedakan situasi krisis menjadi : pra-krisis dan krisis. Situasi Pra-krisis adalah situasi masih tenang dan stabil, bahkan tanpa tanda-tanda akan terjadinya krisis, sedangakan Situasi Krisis dirinci dalam tahap-tahap prodomal, akut, kronik, dan pengakhiran (resolution). Pada tahap prodomal, hadir tanda-tanda, pada tahap akut, terjadi kerusakan (damage), pada tahap kronik, krisis akan berlanjut yang lebih parah, dan pada tahap pengakhiran, krisis berakhir/teratasi.

Tahap Krisis

Krisis pada tahap prodromal dapat dikategorikan sebagai gejala krisis. Pada tahap ini biasanya segala kejadian yang bisa berpotensi menjadi krisis sering tidak dianggap bahkan dilupakan, karena organisasi tampak masih bisa beroperasi dan bergerak lincah seakan akan tidak ada masalah. Padahal pada tahap ini krisis sudah mulai muncul sehingga dapat dikatakan tahap prodromal sebagai sebuah early warning bagi organisasi karena sinyal-sinyal akan terjadinya bahaya sudah tampak dan harus segera diatasi. Kegagalan manajemen dalam menangkap sinyal ini akan berdampak pada pergeseran ke tahap berikutnya yakni akut. Sebagai contohnya adalah muncul selebaran gelap, karyawan datang pada manajemen untuk minta kenaikan upah atau terjadi perbedaan pendapat antar manjemen, ada peraturan pemerintah (regulasi dan deregulasi), munculnya pesaing baru dalam bidang yang sama.
Tahap berikutnya adalah tahap akut. Krisis pada tahap ini meskipun tidak dikategorikan sebagai awal mulanya krisis, namun dianggap suatu krisis dimulai dari sini karena gejala yang samar-samar atau sama sekali tidak jelas itu mulai kelihatan jelas. Dalam banyak hal, krisis akut ini sering disebut sebagai the point of no return, artinya, sudah tidak ada kesempatan lagi untuk kembali memperbaiki keadaan mengingat sinyal-sinyal yang muncul pada tahap peringatan (prodromal) tidak digubris atau diindahkan, sehingga tidak bisa kembali lagi. Indikator munculnya krisis pada tahap ini adalah kerusakan sudah mulai bermunculan, reaksi mulai berdatangan, isu menyebar luas. Salah satu kesulitan besar dalam menghadapi krisis tahap akut ini adalah intensitas dan kecepatan serangan yang datang dari berbagai pihak. Kegagalan dalam menangani krisis juga akan terus berlanjut pada tahap kronis.
Krisis tahap kronis. Pada tahap ini, organisasi sudah merasakan dampak atau akibat dari krisis tahap akut, bahkan dampak dari segi waktu tidak dapat diprediksi kapan berakhirnya. Organisasi mulai melakukan intropeksi diri besar-besaran, sehingga biasanya dilakukan analisis internal secara menyeluruh terhadap gejala maupun sumber masalah baik secara struktural dan non struktural serta melakukan upaya-upaya perbaikan total (reformasi) dengan membuat kebijakan-kebijakan strategis untuk memperbaiki keadaan sehingga pada tahap ini sering disebut sebagai tahap recovery atau self analysis.
Setelah dilakukan analisis internal dan dilakukan upaya-upaya perbaikan maka akan masuk ke tahap resolusi (Penyembuhan). Tahap ini adalah tahap penyembuhan (recovery) dan tahap terakhir dari 4 tahap krisis. Masa ini adalah masa perusahaan sehat kembali seperti keadaan sediakala. Pada fase ini perusahaan akan semakin sadar bahwa krisis dapat terjadi sewaktu-waktu dan lebih mempersiapkan diri untuk menghadapinya.

Kategori Krisis

Untuk itu, selama proses penyusunan manajemen krisis, sangat penting untuk mampu mengidentifikasi jenis krisis dalam berbagai situasi yang berbeda-beda dan menggunakan berbagai macam strategi manajemen krisis yang berbeda. Perlu diketahui memprediksi krisis memang sangat sulit, tapi mengidetifikasi macam-macam krisis sangatlah mudah dan bisa dikelompokkan. Lerbinger [2] mengkategorikan ada tujuh jenis/tipe krisis :
  • Bencana alam
  • Teknologi krisis
  • Konfrontasi
  • Kedengkian (Malevolence)
  • Krisis karena Manajemen yang Buruk (Crisis of skewed management value)
  • Krisis adanya penipuan (deception)
  • Kesalahan manajemen (management misconduct)
Bencana alam atau Krisis alam yang sering dianggap sebagai tindakan dan kehendak Tuhan (the act of God) merupakan fenomena lingkungan seperti gempa bumi, letusan gunung berapi, tornado, badai, banjir, tanah longsor, tsunami yang mengancam kehidupan, harta, dan lingkungan itu sendiri.
Krisis Teknologi merupakan krisis yang timbul atau terjadi akibat aplikasi ilmu pengetahuan dan teknologi (application of science). Bencana tehnologi biasanya terjadi apabila terjadi kesalahan satu sistem yang mengakibatkan gangguan pada sistem yang lain sehingga merusak keseluruhan tehnologi. Krisis teknologi sering terjadi karena kesalahan manusia (human error) mengingat semakin kompleksnya jalinan antar sistem tehnologi. Ketika terjadi bencana tehnologi, orang selalu mudah dan cenderung menyalahkan tehnologi karena adanya kegagalan dalam sistem sebagai alasan pembenaran untuk menghindari pertanggungjawaban atas bencana terjadi.
Krisis konfrontasi terjadi ketika ada usaha perlawanan oleh individu atau beberapa individu kepada pemerintah dan atau kepada berbagai kelompok kepentingan untuk memenuhi tuntutan dan harapan mereka. Jenis umum krisis konfrontasi adalah berupa boikot, sabotase, pendudukan, ultimatum, blokade atas pembangunan pekerjaan dan demontrasi.
Sebuah organisasi menghadapi krisis kedengkian kalau ada pihak atau lawan saingan menggunakan cara-cara kriminal atau tindakan-tindakan ekstrem lainnya seperti berbuat represif dan mengancam untuk mengekspresikan permusuhan, kemarahan dan ketidaksukaan dengan tujuan membuat situasi menjadi tidak stabil baik kepada negara, organisasi, perusahaan, atau sistem ekonomi supaya sistem tidak berjalan. Contoh krisis yang termasuk dalam kategori ini adalah tindakan terorisme, premanisme, perusakan produk, penculikan, menyebarkan rumor, dan aksi spionase.
Krisis selanjutnya adalah krisis karena kelakuan buruk organisasi. Krisis ini terjadi ketika manajemen mengambil tindakan yang sengaja akan merugikan stakeholder tanpa memperdulikan risiko atas tindakan yang dilakukannya. Lerbinger membagi ada tiga jenis krisis kelakuan buruk organisasi, yaitu krisis nilai manajemen yang miring (skewed of management value), krisis penipuan (deception), dan krisis kesalahan manajemen (misconduct)[3].
Pertama, Krisis nilai-nilai manajemen yang miring muncul saat manajer membuat kebijakan demi keuntungan ekonomi jangka pendek dan mengabaikan nilai-nilai sosial yang lebih luas seperti investor dan para stakeholder.
Kedua, Krisis penipuan terjadi ketika manajemen menyembunyikan atau salah mengartikan informasi tentang dirinya sendiri dan produknya kepada para konsumennya.
Ketiga, Beberapa krisis tidak hanya disebabkan karena adanya nilai-nilai miring manajemen dan penipuan melainkan juga karena adanya perbuatan melawan hukum yang disengaja dilakukan atau bertindak ilegal.

Peran Media di Masa Krisis

Di era informasi seperti sekarang ini semua aspek kehidupan tidak dapat dilepaskan dari media. Ketergantungan akan media sudah menjadi bagian dari kebutuhan hidup manusia, karena media merupakan sumber dan pengolah informasi yang dibutuhkan masyarakat. Bahkan menurut Dennis McQuill media telah menjadi sumber dominan bukan saja bagi individu untuk memperoleh gambaran dan citra realitas sosial tetapi bagi masyarakat dan kelompok secara kolektif [4]. Informasi yang disajikan media telah cukup membantu dalam memenuhi keingintahuan orang terhadap suatu hal atau kejadian yang sedang berlangsung sekalipun tidak bisa merasakan atau melihat langsung. Dalam konteks informasi yang berkaitan dengan krisis, tentu saja intensitas perhatian orang akan meningkat dan akan selalu mengikuti informasi perkembangannya. Dalam hal ini, media akan menjadi satu-satunya sumber informasi untuk mengumpulkan, mengolah dan bahkan menafsirkan informasi. Karena sebagai satu-satunya sumber, media bebas mengarahkan kemana informasi ini ingin dibentuk apakah untuk membangun solidaritas, simpati, membangun kesadaran bersama (being together), atau mereduksi ketidaktentuan (uncertainity) dan ketakutan (fear) masyarakat [5]. Tentu saja hal itu tergantung pada jenis dan macam krisis yang terjadi. Namun yang jelas bahwa informasi yang berkaitan dengan krisis media mempunyai peran yang sangat besar dalam membentuk opini dan simpati publik.
Penelitian mengenai peran media massa di masa krisis telah banyak dilakukan oleh banyak ahli terutama ketika krisis sedang berlangsung. Pemberitaan media mengenai krisis yang tengah berlangsung sangat dibutuhkan banyak orang karena kemampuannya menyajikan informasi, interpretasi dan membangun solidaritas. Fungsi solidaritas yang dibangun oleh media dipandang tidak sekedar memerankan fungsi pengawas (watchdog) selama krisis berlangsung, namun juga fungsi membangun kesadaran tanggungjawab sosial (sosial responsibilty) di antara publik.

Perencanaan Manajemen Krisis dalam Pendekatan Manajemen Strategis

Manajemen strategis berangkat dari suatu pemikiran bahwa perkembangan dunia telah memasuki era globalisasi dengan ditandai semakin hilangnya batas negara (borderless) sebagai akibat dari perkembangan tehnologi informasi yang kian pesat. Persaingan, perdagangan bebas dan isu krisis lingkungan hidup akibat eksploitasi lingkungan, pencemaran dan penurunan kualitas lingkungan telah menjadi isu global yang mengharuskan para pelaku organisasi mendesain ulang perencanaan strategis organisasi mereka.
Manajemen strategis yang didefinisikan sebagai seni dan ilmu untuk memformulasi, mengimplementasi, mengevaluasi keputusan lintas fungsi yang memungkinkan organisasi mencapai tujuan. Ini artinya manajemen strategis berupaya mengintegrasikan manjemen (keuangan, pemasaran, produks, organisasi, SDM dan krisis) dalam satu kesatuan sistem yang terimplementasi dalam sebuah “perencanaan strategik” [6].
Secara umum perencanaan strategi terdiri dari tiga tahap proses, yaitu formulasi strategi, implementasi strategi dan evaluasi strategi.
Pada tahap formulasi startegi ini, langkah-langkah yang harus dilakukan adalah sebagai berikut :
  • Melakukan identifikasi ancaman dan peluang (eksternal) kemudian internal yang berupa kekuatan, kelemahan yang akan mempengaruhi langsung maupun tidak langsung terhadap organisasi.
  • Menetapkan tujuan Manajemen krisis dalam jangka panjang
  • Merumuskan strategi
  • Menetapkan program-program strategis
Pada tahap implementasi strategi, langkah-langkah yang dilakukan adalah
  • membuat kebijakan,
  • mengalokasikan sumber daya sehingga strategi yang diformulasikan dapat dijalankan,
  • menciptakan struktur yang efektif,
  • menyiapkan anggaran,
  • mengembangkan dan memberdayakan sistem informasi
Dan sebagai alat utama untuk menilai apakah strategi telah berjalan atau belum sesuai yang diharapkan tahap berikutnya adalah melakukan evaluasi strategi yang meliputi :
  • Meninjau ulang faktor internal dan ekternal yang menjadi dasar srategi saat ini
  • mengukur kinerja
  • mengambil tindakan korektif
Dalam melakukan proses manajemen krisis melalui pendekatan manajemen strategis, maka langkah-langkah yang harus dilakukan adalah sebagai berikut:
Formulasi Strategi
Dalam tahap formulasi ini, langkah utama dan pertama yang harus dilakukan adalah melakukan identifikasi isu-isu formulasi strategis organisasi yang meliputi:
  • Apa bidang utama garapan organisasi
  • Bagaimana kondisi sekarang tentang sumber daya
  • Apa yang harus dilakukan organisasi kedepan
Untuk menjawab pertanyaan mendasar ini perlu dilakukan identifikasi internal menyeluruh terhadap visi, misi, tujuan, identifikasi kekuatan dan kelemahan (internal analysis) termasuk mengidentifikasi bidang-bidang yang rawan menimbulkan krisis serta melakukan identifikasi peluang dan ancaman (external analysis) termasuk ancaman munculnya krisis yang kemungkinan terjadi di masa mendatang. Setelah itu melakukan perumusan alternatif strategi dan memilih strategi yang akan digunakan ketika krisis terjadi, sehingga terwujud program-program apa yang harus segera dilakukan manakala krisis menimpa organisasi.
Implementasi Strategi
Setelah proses formulasi strategi terumuskan maka tahap berikutnya adalah merencanakan implementasi strategi yang akan digunakan sebagai bahan panduan untuk menanggulangi apabila krisis terjadi, meliputi:
  • Membuat kebijakan apabila krisis terjadi
  • Menetapkan program-program strategis penanggulangan krisis (emergency response program)
  • Memberi pengarahan tehnis dan langkah-langkah yang akan dilakukan apabila krisis terjadi kepada seluruh stakeholder internal maupun eksternal
  • Menyediakan alokasi anggaran khusus untuk crisis recovery
  • Menciptakan struktur tim krisis
  • Mengembangkan dan memberdayakan sumber dan media informasi
Hal diatas perlu dilakukan karena dalam manajemen krisis ada 4 proses penting yaitu:
  • Perencanaan (planning),
  • Penanggulangan cepat kejadian (Incident response),
  • mengelola krisis (management crisis),
  • keberlangsungan organisasi (business continuity).
Untuk itu, program-program implemetasi strategi manajemen krisis sebagian berisi mengenai tindakan untuk menghadapi situasi darurat (emergency response), skenario untuk pemulihan dari bencana (disaster recovery), skenario untuk pemulihan bisnis (business recovery), strategi untuk memulai bisnis kembali (business resumption), menyusun rencana-rencana kemungkinan (contingency planning), dan mengelola krisis (crisis management). Khusus untuk penanganan krisis karena bencana, perlu dilengkapi emergency response plan (ERP) yang juga meliputi pembentukan sebuah tim yang terdiri dari para anggota dengan tanggungjawab tertentu ketika terjadi situasi darurat (emergency response team), alur tindakan pada situasi darurat (emergency flowchart) dan prosedur evakuasi. Emergency response plan ini harus didukung oleh general emergency procedure (GEP) [7].
Pada hakekatnya dalam setiap penanganan krisis, organisasi perlu membentuk tim khusus. Tugas utama tim manajemen krisis ini terutama adalah mendukung para karyawan organisai/perusahaan selama masa krisis terjadi. Kemudian menentukan dampak dari krisis yang terjadi terhadap operasi bisnis yang berjalan normal, dan menjalin hubungan yang baik dengan media untuk mendapatkan informasi tentang krisis yang terjadi. Sekaligus menginformasikan kepada pihak-pihak yang terkait terhadap aksi-aksi yang diambil perusahaan sehubungan dengan krisis yang terjadi. Hal ini bertujuan supaya organisasi mampu mempertahankan reputasi dan citra di mata publik dan stakeholder.

Pentingnya Riset bagi Public RelationsPentingnya Riset bagi Public Relation

Di dunia ideal, praktisi public relations selalu punya waktu untuk melakukan riset sebelum mereka memulai suatu program ataupun aktivitas. Selain itu, organisasi yang bekerja sama dengan mereka biasanya akan meminta hasil riset tersebut sebagai elemen inti pengembangan strateginya.
Riset yang dilakukan public relations memiliki potensi menjadi fondasi untuk membangun si public relations yang lebih baik selain membangun organisasi bersangkutan itu sendiri. Praktisi public relations bisa menggunakan hasil risetnya untuk mengembangkan strategi dan program kemudian mengevaluasi hasilnya. 

Peran Riset dalam Praktek Public Relations

Misalnya, seorang CEO bertanya, apa saja yang sudah dicapai berbagai departemen di perusahaannya selama beberapa tahun belakangan ini, si CEO ini ingin tahu bagaimana setiap departemen berkontribusi pada tujuan pencapaian organisasinya. Nah, bagi departemen public relations, pencapaian tidak hanya dilihat dari berapa banyak siaran media yang dibagikan, newsletter pegawai yang diterbitkan, atau jumlah orang yang mengunjungi situs internalnya. Semua yang disebut tadi hanyalah output-nya.
Yang sebetulnya harus dicapai oleh departemen Public Relations adalah seberapa besar kontribusi mereka pada kesuksesan bisnis organisasinya. Bagaimana caranya mereka mempengaruhi perilaku atau sikap publik yang bisa membuat organisasinya lebih baik? Di sinilah riset yang dilakukan oleh Public relations sangat berperan dalam mengindentifikasi isu-isu penting yang berhubungan dengan ruang lingkup kerjanya, lalu mengembangkannya menjadi strategi public relations, serta menggunakannya untuk mengukur pengaruh program tersebut terhadap perusahaan. Tanpa adanya riset, praktisi akan mendapatkan output yang kecil dengan mengandalkan dugaan-dugaan atau asumsi belaka sebagai bahan laporan. Tanpa adanya riset, praktisi tidak bisa menunjukkan bagaimana caranya suatu program public relations dapat menggerakkan perubahan.
Broom and Dozier (1990) mendefinisikan riset sebagai “kumpulan informasi yang terukur, objektif, dan sistematis yang bertujuan untuk menjelaskan dan mengarahkan pengertian" (hal. 4). Riset merupakan bagian integral proses kerja public relations. Dua tahap dari empat tahap dalam proses kerja public relations, seperti yang dikembangkan oleh Cutlip, Center, and Broom (2000), mengandalkan hasil riset: mendefinisikan masalah dan kesempatan di dunia public relations, serta mengevaluasi programnya. Model ROPE milik Hendrix (riset, objektif, program, dan evaluasi) dan model dari Marston RACE (riset, aksi, komunikasi, dan evaluasi) sama-sama membahas bahwa bergantung pada riset merupakan hal pertama dan terakhir dalam proses kerja public relations (seperti juga disebutkan oleh Stacks, 2002).
Cutlip dll mengatakan dalam risetnya bahwa, “riset adalah fondasi yang efektif untuk public relations” (2000, hal. 343). Stacks mengatakan, “Sederhana saja, tanpa riset Anda tidak bisa mendemonstrasikan efektivatas program Anda” (2002, hal. 4). Gronstedt (1997) menyebutkan bahwa riset menyediakan data kasar yang diperlukan untuk memperkuat nilai suatu organisasi selain juga menyediakan informasi yang membantu terbentuknya keputusan yang berdaya saing. Riset merupakan bagian penting dari manajemen public relations untuk membantu praktisi memfokuskan diri pada tujuan, objektif, dan hasil, bukan melulu pada output, dan dalam prosesnya, akan menciptakan metode yang sistematis dalam melakukan semuanya.
Riset juga menjadi hal fundamental yang bisa dijadikan acuan bagi beberapa contoh praktek public relations yang unik, termasuk praktek ala sistem terbuka dan ala two-way. Peran dari si public relations haruslah lebih dari sekadar menyampaikan pesan si organisasi atau seperti yang sering disebut sebagai taktik berkomunikasi “inside-out” (Gronstedt, 1997, hal. 39). Dalam model sistem terbuka, public relations juga sering menggunakan taktik “outside-in” dengan cara mengomunikasikan kembali kepada organisasinya apa yang dipercayai, dirasakan, dan dikhawatirkan oleh publik yang dijadikan target utama (Gronstedt, hal. 39). Pada model sistem terbuka, organisasi dan publik saling bertukar informasi, dan mempengaruhi satu sama lain. Di sinilah pentingnya riset sebagai fasilitator pertukaran informasi ini. Riset menyediakan tujuan bagi organisasi untuk menelaah lebih dulu lingkungan di mana publik dan isu-isu yang ingin diangkat. Riset membuka potensi di mana organisasi bisa membangun hubungan baik dengan area yang ingin dicakup agar pengembangan program dan tindakan taktis dapat meminimalisir melebarnya masalah yang tidak perlu. (Broom & Dozier, 1990; Cutlip, Center, & Broom, 2000).
Komunikasi model simetrikal dua arah diajukan pertama kali oleh James E. Grunig, ia menekankan pentingnya organisasi dan publik yang menjadi target utama untuk saling terlibat dalam dialog rutin demi membangun hubungan baik yang saling menguntungkan. Maka riset pun harus menjadi bagian dari dialog. “Dengan model simetrikal dua arah, para praktisi dapat menggunakan riset dan dialog yang bermanfaat saat terjadi perubahan pada ide-ide, sikap dan perilaku baik dari organisasi maupun publik yang terlibat” (Grunig, Grunig, & Dozier, 2002, hal. 308). Riset lebih jauh dapat dilakukan untuk mengukur hubungan kerjasama dan mengidentifikasi berbagai indikator yang bisa dijadikan sebagai pengukur hubungan kerjasama yang baik antara organisasi dan public relations-nya (Grunig & Hon, 1999).
Grunig et al. menemukan bahwa “Public relations yang baik adalah yang menggunakan riset (dua-arah), simetrikal (walaupun pada prakteknya organisasi berjuang menyeimbangkan antara faktor simetri dan asimetri saat mereka membuat keputusan) dan komunikasi secara personal maupun tidak langsung (dilihat dari situasi dan publiknya)” (2002, hal. 25-26).
Maka, riset sangatlah fundamental. Ada juga yang mengatakan bahwa, “Dibandingkan dengan program yang digarap seadanya, program public relations yang hebat adalah yang didasari oleh riset yang mempertimbangkan pemetaan pasar dan sudah melakukan berbagai macam evaluasi pada risetnya (klinis, kliping, dan umum)” (hal. 26).
Riset juga bisa memberikan manfaat pada karir si praktisi selain bermanfaat bagi organisasi dan departemen public relations-nya. Broom and Dozier mencatat dari beberapa ilmu, termasuk ilmu mereka sendiri ada hubungan erat antara riset PR dan partisipasi PR dalam membuat keputusan manajerial. “Rasanya akan seperti Anda tidak diundang ke meja bundar tempat semua keputusan dibuat, kecuali Anda berkontribusi pada proses pengambilan keputusan lewat pengumpulan data-data sistematis, - hasil riset” (1990, hal. 10). Austin, Pinkleton, and Dixon (2000) juga mencatat, “Sepertinya sudah jelas bahwa mereka (public relations) yang memiliki keahlian dalam hal produksi tetaplah memerlukan kekuatan melakukan riset secara baik untuk mememperkuat data yang mereka punya jika mereka ingin menaikkan status pekerjaan mereka ke pekerjaan yang sifatnya lebih manajerial” (hal. 249).
Periset lain juga menemukan hubungan yang serupa pada kemampuan seseorang untuk melakukan riset dengan kemajuan karirnya. Grunig et al. (2002) mencatat bahwa dalam suatu organisasi, keahlian seseorang dalam berstrategi sangatlah dihargai, karena manajer departemen public relations biasanya lebih baik dalam melakukan peran teknis dan manajernya dibandingkan melakukan peran strategis. Peran strategis memerlukan keahlian mengevaluasi riset, pemetaan pasar dan riset publik yang tersegmentasi. Implikasinya, para manajer komunikasi ini kemungkinan besar atau cenderung dianggap sebagai manajer yang mampu berstrategi jika memiliki keahlian meriset.
Akan tetapi apa yang terjadi? Pada kenyataannya, banyak sekali departemen public relations yang tidak melakukan riset atau hanya melakukannya sambil lalu, walaupun bukti kuat bahwa riset public relations merupakan hal penting dalam membuat program-program yang lebih efektif sudah banyak diketahui. Pada sebuah survei, sebanyak 50 percent responden mengatakan bahwa mereka jarang atau tidak pernah mengalokasikan dana untuk riset (Gronstedt, 1997). Alasan paling umum adalah minimnya dana untuk melakukan riset, kurangnya pelatihan riset, dan adanya ketakutan kinerja program mereka yang akan dianggap tidak sukses jika ada data-data riset yang merujuk ke arah itu. Sedangkan bagi organisasi yang melakukan riset, total biaya yang mereka keluarkan hanyalah 10 percent dari total dana yang direncanakan (Williams, 2003). Para praktisi public relations seringkali tidak sadar bahwa riset sederhana sudahlah tersedia dan bisa didapat dengan berbagai cara yang mudah dan kadang nyaris tanpa biaya apapun (Hon, 1998). Riset sederhana meliputi “mencermati data-data yang sudah tersedia,” termasuk di antaranya informasi akademis, perdagangan dan jurnal-jurnal profesional (Lindenmann, 2003, hal. 3).
Banyaknya program-program yang memenangkan penghargaan penting di bidang public relations menandai meningkatnya riset yang dilakukan public relations. Stacks (2002) mencermati bahwa prosentase penerima penghargaan PRSA Silver Anvil yang menggunakan riset serius untuk kampanye mereka meningkat dari 25 persen di tahun 1980 ke 75 persen di tahun 1998. Program penghargaan IABC’s Gold Quill juga termasuk dalam komponen yang menjadi ukuran. Ada pula penghargaan tahunan Jake Wittmer Award yang digagas oleh sebuah asosiasi untuk memberikan penghargaan kepada praktisi penguna riset untuk mengembangkan program yang efektif bagi proyek komunikasi mereka (Williams, 2003). Campaignasia turut melaporkan bahwa Samsung, si raksasa dari Korea menggunakan jasa riset dari Nielsen untuk membantu mereka mendapatkan informasi berskala global sehingga Samsung berhasil menjadi merek No. 1 menurut laporan Campaign Asia-Pacific 2012 Asia’s Top 1000 Brands.

Apa Kegunaan Riset PR

Riset public relations menyediakan fondasi bagi apapun yang ingin dilakukan seorang komunikator, termasuk di dalamnya mengidentifikasi dan memahami kelompok publik yang dijadikan target utama, menggarap isu-isu penting, mengembangkan strategi organisasional dan public relations dan mengukur hasilnya (Gronstedt, 1997). Hasil riset juga bisa digunakan untuk membuat publikasi, seperti yang disebutkan dalam hasil survei bahwa organisasi dapat memanfaatkannya untuk meningkatkan publikasi.
The Institute of Public Relations mengidentifikasi delapan grup penting yang berkomunikasi dengan organisasi public relations. Kedelapan grup ini meliputi komunitas, perusahaan (pegawai, persatuan pegawai, manajer), pelanggan, suppliers, pasar uang, distributor dan vendor, calon pegawai, dan pemuka masyarakat (media, kelompok aktivis) (Oliver, 2001). Ada pula grup-grup yang lebih kecil daripada mereka. Memang tidak banyak organisasi yang memiliki sumber daya untuk menjaga hubungan baik yang kuat dengan berbagai grup setiap waktu walaupun tidak terlalu diperlukan. Riset juga membantu departemen public relations mengidentifikasi target utama mereka dan isu-isu yang berhubungan, maka organisasi pun dapat memfokuskan perhatiannya pada area-area yang paling berpengaruh dan bernilai.
Riset juga membantu identifikasi pengetahuan, kecenderungan dan perilaku sehari-hari publik, sumber-sumber informasi mana yang mereka percaya dan bagaimana cara mencapainya dengan mudah. Grunig et al. (2002) menemukan bahwa riset memegang peranan penting bagi organisasi dalam merespon publiknya atau dalam hal ini, para aktivis. “Departemen public relations yang hebat dapat memetakan [lewat riset] dan secara berkesinambungan menyuarakan pesannya, terutama pengambilan keputusan kepada publik, terutama aktivis” (hal. 27). Departemen yang hebat juga akan menggunakan riset untuk merencanakan dan mengevaluasi program-program komunikasi mereka.
Ingatlah bahwa tujuan dari kampanye public relations adalah tampil beda dan mendobrak penghalang yang tercipta antara produk dan pasarnya, ide atau jasa. Contoh dari penghalang ini adalah resesi ekonomi atau komunitas yang kompetitif. Strategi yang tepat akan dapat mengalahkan dan mendobrak penghalang ini dengan lebih efisien. Dengan riset, kita akan bisa membantu suatu produk menyusun strategi dan menciptakan kampanye PR maupun marketing yang baik. Namun sekali lagi, hanya waktulah yang akan menentukan apakah strategi kita berhasil atau tidak.
Produksi multimedia /pengelolaan social media





3-TAHAP ALUR PRODUKSI MULTIMEDIA
Metodologi yang paling umum dipakai pada proses produksi Multimedia adalah yang biasa disebuat dengan alur produksi 3 tahap. Secara umum, proses produksi multimedia dirancang dengan menjalankan 3 tahap sebagai berikut;

Pra produksi / Pre-Production
Produksi / Production
pasca produksi / Post-Production


 1.    PRA-PRODUKSI

Tahap pra produksi adalah segala kegiatan yang berhubungan dengan persiapan sebelum melakukan produksi. Tahap ini biasanya berjalan sangat lama bahkan terkadang sampai menyita sumber daya waktu 75 % dari keseluruhan produksi. Tahap pra produksi terdiri dari beberapa langkah, antara lain:

PENDIFINISIAN KONSEP

VISI DAN KONSEP, TUJUAN, TARGET AUDIEN, AUTHORING TOOL, MEDIUM DELIVERY,  PLANNING

PRODUCTION PLAN

STORY BOARD, CONTENT OUTLINE, BUDGETING, SCHEDULING, ASSET MANAGEMENT, TESTINGSATFFING

BUILDING PROTOTYPE

LEGAL ASPECT

COPYRIGHT/HAK CIPTA , LEGALITAS,ROYALTY

CLIENT SIGN OFF AND FUNDING

BRAINSTORMING,  UP DATE TECHNOLOGY

ASSEMBLE TEAM

DESIGNER, STORYBOARDER, DIRECTOR , MUSIC COMPOSER, PRODUCER, ECT

DESAIN

KONTEN, SERVICES, ARSITEKTUR INFORMASI, INTERAKSI, NAVIGASI,THUMBNAIL, MOCK UP

 Konseptualisasi atau ide
Proses pembuatan multimedia dimulai dengan sebuah “gagasan” atau “visi” yang merupakan titik awal konseptual. Ide harus bisa menjawab pertanyaan mengapa mengembangkan sebuah proyek multimedia;

–  Apakah multimedia merupakan opsi yang terbaik, atau paling efektif jika dibandingkan dengan bentuk print media ?

–   Apakah konsep atau ide mengandung nilai jual tinggi(profitable)?

–   Siapa yang akan menjadi pengguna akhir dari produk multimedia ini?

–   seperti apa platform pemutar multimedia mereka?

Tujuan proyek
Pengembang multimedia  harus menentukan tujuan yang harus dicapai oleh produk akhir multimedia tersebut. Tujuan harus bisa dihitung(measurable) dan ditelaah dari sudut pandang pengguna.

Target Audience
Kepada siapa produk multimedia akan ditujukan bisa dilihat berdasarkan demografinya:

–   Umur

–   Gender

–   Latar belakang pendidikan

–   Strata sosio ekonomi

–   Latar belakang etnis

–   Bahasa

–   Profesi

–   Ekspektasi

Media
Bagaimana pesan/konten bisa menjangkau pengguna, media apa yang paling sesuai digunakan;

–   CD-ROM

–   Disk

–   web

–   Intranet

–   kiosk

–   Perangkat apa yang dimiliki oleh pengguna

–   Hambatan teknis apa yang harus dilalui

Authoring Tools
Pengembang menentukan tool-tool authoring apa yang digunakan. Authoring adalah sarana untuk menggabungkan semua elemen; Text, graphics, animation, Sound, video.

 Planning
Dalam tahapan ini perlu adanya perencanaan yang matang pada awal sebelum project dimulai. Perencanaan meliputi:

– Time Planning

membuat timeline project secara detail mulai dari proses konsep, desain, sampai produksi.

– Work Planning

Membuat workflow yang jelas. Tahapan demi tahapan disebutkan secara detail

– Financial Planning/Budgeting

Membuat perhitungan biaya yang jelas dan rasional.

Legalitas
Produsen dan pengguna program multimedia harus menyadari dan mematuhi undang-undang hak cipta. Multimedia, menurut definisi, menggabungkan berbagai unsur dari berbagai sumber, maka dari itu adalah penting untuk mengetahui bagaimana penggunaan materi-materi diatur dalam batasan hukum. Juga penting untuk mendapatkan hak cipta untuk produksi sendiri, setelah produksi selesai.

2. PRODUCTION

Tahap produksi merupakan tahap implementasi pra-produksi dimana semua anggota tim pengembang multimedia bekerja. Secara umum tahap produksi multimedia adalah sebagai berikut :

CONTENT CREATION

ELEMEN, SPECIAL EFFECTS, MUSIC,

CONTENT PROCESING

PROOFING, EDITING, ASEMBLY, FORMATING, COMPRESSION

INTEGRATION OF CONTENT AND SOFTWARE

TESTING, REVISE, DOCUMENTATION

REVISE DESIGN

EVALUATION

BUILD BETA VERSION

BUILD ALPHA VERSION

Konten
Konten adalah obyek-obyek yang terdapat pada aplikasi yang sedang dikembangkan.

Pemrosesan isi
Proofing, editing, assembly, formatting, compression

Pengintegrasian isi dan software
Produk harus memudahkan  pengguna untuk mengakses atau menggunakannya, serta software yang digunakan harus up  date

Merevisi isi dan software
Menetapkan desain akhir, produk yang terbaik biasanya hasil dari umpan balik (dari tester)yang berkesinambungan dan modifikasi yang diimplemantasikan pada seluruh proses produksi

Membangun / membuat versi alfa
Ditetapkannya fungsionalitas, kelengkapan implementasi utama, mengintegrasikan semua modul dalam satu kesatuan.

Evaluasi :
Mengevaluasi setiap hambatan yang terjadi, hasil evaluasi harus dibuat catatannya serta catatan antisipasinya ini penting untung pegangan proyek berikutnya yang akan dibahas pada saat memulai proyek selanjutnya, untuk menge-liminir kesalahan serta gangguan

Merevisi software dan isi berdasarkan evaluasi
Temuan-temuan dijadikan acuan untuk merevisi kekurangan baik, itu berupa software atau isi.

Membangun / membuat versi beta
Versi alfa direvisi dan di launching ulang sebagai versi beta.

3. TAHAP PASCA-PRODUKSI

Adalah tahap penyelesaian produksi mutimedia menjadi hasil akhir. Tahap Pasca produksi/Post Production diterapkan terutama pada bidang multimedia broadcasting; program television, video, audio recording, photography dan animasi.

Setelah aplikasi beta diuji dan direvisi, itu memasuki tahap pengemasan. Produk akhir bisa dibakar ke CD-ROM atau dipublikasikan di internet sebagai sebuah konten web.

BETA TESTING

PROOF CONTENT, PROOF TESTING, CHECK FOR UNEXPECTED ERRORS

EVALUATIONN

ACHIEVE ALL PRODUCTION MATERIAL

DOCUMENTATION, AFTER SALES,SOURCE ASSET, MASTER DIGITAL FILES, FINAL ASSETS,

REVISE

CONTENT AND SOFTWARE

RELEASE GOLDEN MASTER



Evaluasi
Evaluasi terakhir dilakukan setelah mendapat umpan balik dari beta testing.

Merevisi 
Revisi pada pasca produksi berarti melakukan penyesuaian akhir pada produk berdasarkan hasil evaluasi sebelum produk dilaunching.

Meluncurkan produk jadi
Produk disebarkan kepada pengguna atau diserahkan kepada klien.





Cara Membuat Strategi Marketing Social Media dari Awal



Cara Membuat Strategi Marketing Social Media dari Awal
Memikirkan strategi marketing untuk social media pada awalnya sangat membingungkan.
Ibaratnya seperti Anda seseorang yang pemula dan melakukan aktivitas memanjat tebing untuk pertama kalinya.
Anda mungkin tidak mengerti apa yang harus dilakukan. Anda dan teman Anda masih sangat newbie tentang tali-menali, rappelling, serta teknik untuk memanjat tebing. Anda melihat orang lain dapat melakukannya dengan baik.
Dalam pikiran, Anda akan merasa sangat senang jika berhasil mencapai puncak dari panjat tebing, tetapi Anda tidak mengerti bagaimana cara untuk mencapainya.
Hal ini sama halnya dengan strategi marketing untuk social media.
Jika Anda memulai dari nol, akan terasa mendebarkan serta luar biasa.
Anda tahu apa yang ingin Anda lakukan dan kenapa. Anda dapat melihat orang lain telah memanjat gunung social media dan Anda memiliki beberapa ide bagaimana menuju ke sana sendiri.
Anda perlu yang namanya rencana.
Artikel kali ini akan mengajak Anda untuk mengetahui cara membuat strategi marketing untuk social media yang pastinya akan membantu Anda dalam mengembangkan bisnis, terutama bagi Anda yang ingin mencoba dari offline ke online.
Mari kita mulai pembahasannya.

Rencana Marketing Social Media

Mulai dari dasar sampai pada tahap membangun, berikut ini adalah bentuk keseluruhan dari cara membuat rencana social media marketing.
Bentuk rencananya itu seperti perjalanan, mulailah dengan mengarahkan diri Anda ke jalan yang benar, kemudian pilih cara Anda akan sampai di sana, check-in secara teratur untuk memastikan Anda berada di jalur, dan bersenang-senang sepanjang perjalanan.
Langkah 1 : Pilih jaringan sosial Anda
Langkah 2 : Isi semua profil Anda secara lengkap
Langkah 3 : Temukan voice dan tone Anda
Langkah 4 : Pilih strategi postingan Anda
Langkah 5 : Analisis, tes, dan iterate
Langkah 6 : Mengotomatisasi, engage dan dengarkan

Langkah 1 : Pilih Jaringan Sosial Anda

jaringan-sosial
Bagi Anda yang baru ingin beralih dari bisnis offline ke online, mungkin diantara Anda sudah memiliki data base customer, bisa berupa alamat atau nomor telepon yang bisa dihubungi. Data ini bisa Anda keep dan kembangkan setelah Anda membaca artikel ini.
Untuk masa peralihan dari bisnis offline ke online, Anda bisa melakukan riset lebih lanjut tentang mereka. Caranya? Bisa dimulai dengan menentukan social media.
Sekarang ini social media sudah banyak sekali jenis jaringannya. Masing-masing jaringan memiliki keunikan, dengan praktik terbaik, gaya sendiri, dan audiens sendiri.
Anda harus memilih jaringan sosial yang cocok dengan strategi dan goal ingin Anda capai di social media.
Anda tidak perlu menggunakan semua jaringan sosial, pilih yang menurut Anda paling penting dan dapat membangun engagement dengan audiens.
Ada beberapa yang perlu dipertimbangkan, agar nantinya dapat membantu Anda bukan hanya memilih jaringan sosial mana yang perlu dicoba tetapi juga berapa kali Anda harus mencobanya.
Waktu – Berapa banyak waktu yang dapat Anda berikan untuk jaringan sosial? Untuk di awal, Anda cukup menyediakan waktu 1 jam / hari.
Sumber – Personil dan skill apa yang harus Anda miliki? Jaringan sosial virtual seperti pinterest dan Instagram memerlukan gambar dan foto. Jejaring sosial seperti Google+ menekankan kualitas konten. Apakah Anda memiliki sumber untuk menciptakan apa yang dibutuhkan?
Audiens – Dimana customer potensial Anda suka berkumpul? Jejaring sosial mana yang memiliki demografi yang tepat?
Untuk penutup dari langkah pertama ini, Anda dapat mereferensikan penelitian audiens dan demografi dari survei seperti yang dilakukan oleh Pew Research.
Misalnya, Pew memiliki data lengkap, dari demografi untuk Facebook, Twitter, Instagram, Pinterest, dan LinkedIn.

Langkah 2 : Isi Semua Profil Anda Secara Lengkap

Salah satu situs yang sering melakukan cek bulanan terhadap isi website mereka adalah Buffer.
Ada yang bertugas untuk mengunjungi masing-masing profil social media Buffer dan memastikan bahwa avatar, meliputi foto, bio, serta info profil sudah up-to-date dan lengkap.
Ini adalah bagian kunci untuk pemeriksaan social media mereka.
Profil yang diisi secara lengkap menunjukkan profesionalisme, melekatkan branding, dan sebagai sinyal kepada pengunjung bahwa Anda serius tentang enganging.
Untuk visual, Anda perlu menjadi lebih konsisten dan memfamiliarkan visual Anda dengan visual yang akan gunakan di social media.
Misalnya avatar Anda pada Twitter dicocokkan dengan avatar pada Facebook. Cover foto Anda di Google+ dapat dibuat mirip pada cover LinkedIn.
visuals
Untuk membuat gambar-gambar ini, Anda perlu mengetahui ukuran grafik gambar social media yang akan menunjukkan rincian tepat dari dimensi untuk setiap foto pada setiap jaringan.
Anda dapat menggunakan tool seperti Canva untuk memudahkan pembuatan serta menghemat waktu. Tool ini dilengkapi dengan prebuilt template yang akan mengatur ukuran tepat untuk gambar Anda.
Screen-Shot-2014-07-15-at-4.27.22-PM
Untuk teks, area yang perlu Anda kustomasi adalah bagian bio/info. Membuat bio social media yang professional dapat dipecah menjadi 6 aturan sederhana.
  1. Tampilkan : kalimat “Apa yang telah saya lakukan” bekerja jauh lebih baik dari “Siapa saya”.
  2. Menyesuaikan keyword dengan audiens Anda.
  3. Bahasa tetap segar : hindari istilah-istilah.
  4. Menjawab pertanyaan dari follower potensial Anda : “Apa untungnya bagi saya?”
  5. Jadilah lebih personal dan ramah.
  6. Sering melakukan kunjungan lagi.

Langkah 3 : Temukan Voice dan Tone Anda

voice
Anda mungkin tergoda untuk langsung terjun dan mulai berbagi. Hanya satu langkah lagi sebelum Anda melakukannya.
Terjun ke dalam social media akan lebih fokus dan langsung kepada titik sasaran jika Anda memiliki voice dan tone untuk “memukul” konten Anda.
Untuk melakukannya, Anda bisa menghabiskan waktu dengan mencari tahu persona marketing dan memperdebatkan poin-poin penting dari pernyataan misi Anda serta data customer dengan partner kerja Anda.
Hal itu memang bagus. Namun, rencana marketing social media Anda baru menjalankannya proses ini dari bawah, Anda dapat membuat proses ini sedikit lebih mudah.
Mulai dengan pertanyaan seperti ini :
Jika brand Anda adalah orang, seperti apa kepribadian yang ia miliki?
Jika brand Anda adalah orang, apa hubungan mereka ke konsumen? (sebagai coach, teman, guru, etc)
Jelaskan secara adjektif yang bukan termasuk dari personality perusahaan Anda
Apakah ada perusahaan lain yang memiliki personality yang mirip dengan perusahaan Anda? Pada bagian apa yang mirip?
Bagaimana Anda ingin customer melihat perusahaan Anda?
Pada akhir pelatihan ini, Anda harus bisa menyampaikan secara adjektif yang mendeskripsikan voice dan tone dari marketing Anda.
Pertimbangkan hal ini untuk menjaga agar Anda tetap pada track : Voice adalah pernyataan misi, sedangkan tone adalah pelaksanaan misi tersebut.