Minggu, 19 Mei 2019

Manajemen Krisis

Manajemen krisis adalah proses yang membahas organisasi dengan sebuah peristiwa besar yang mengancam merugikan organisasi, stakeholders, atau masyarakat umum. Ada tiga elemen yang paling umum untuk mendefinisi krisis: ancaman bagi organisasi, unsur kejutan, dan keputusan waktu singkat. Berbeda dengan manajemen risiko, yang melibatkan menilai potensi ancaman dan menemukan cara terbaik untuk menghindari ancaman. Sementara manajemen krisis berurusan dengan ancaman yang telah terjadi. Jadi manajemen krisis dalam pengertian yang lebih luas merupakan sebuah keterampilan teknis yang dibutuhkan untuk mengidentifikasi, menilai, memahami, dan mengatasi situasi yang serius, terutama dari saat pertama kali terjadi sampai ke titik pemulihan kembali.

Definisi

krisis adalah suatu emergency, namun tidak setiap emergency adalah suatu krisis. Krisis ditangani oleh manajemen terhadap krisis. Krisis adalah kondisi tidak stabil, yang bergerak kearah suatu titik balik, dan menyandang potensi perubahan yang menentukan. Sedangkan keadaan darurat (emergency) adalah kejadian tiba-tiba, yang tidak diharapkan terjadinya dan menuntut penanganan segera.
Jadi esensi manajemen krisis adalah upaya untuk menekan faktor ketidakpastian dan faktor risiko hingga tingkat serendah mungkin, dengan demikian akan lebih mampu menampilkan sebanyak mungkin faktor kepastiannya. Sebenarnya yang disebut manajemen krisis itu diawali dengan langkah mengupayakan sebanyak mungkin informasi mengenai alternatif-alternatif, maupun mengenai probabilitas, bahkan jika mungkin mengenai kepastian tentang terjadinya, sehingga pengambilan keputusanan mengenai langkah-langkah yang direncanakan untuk ditempuh, dapat lebih didasarkan pada sebanyak mungkin dan selengkap mungkin serta setajam (setepat) mungkin informasinya. Tentu saja diupayakan dari sumber yang dapat diandalkan (reliable), sedangkan materinya juga menyandang bobot nalar yang cukup.
Krisis adalah situasi yang merupakan titik balik (turning point) yang dapat membuat sesuatu tambah baik atau tambah buruk. Menurut Djamaluddin Ancok, jika dipandang dari kacamata bisnis suatu krisis akan menimbulkan hal-hal seperti berikut :
  1. Intensitas permasalahan akan bertambah.
  2. Masalah akan dibawah sorotan publik baik melalui media masa, atau informasi dari mulut ke mulut.
  3. Masalah akan menganggu kelancaran bisnis sehari-hari.
  4. Masalah menganggu nama baik perusahaan.
  5. Masalah dapat merusak sistem kerja dan menggoncangkan perusahaan secara keseluruhan.
  6. Masalah yang dihadapi disamping membuat perusahaan menjadi panik, juga tidak jarang membuat masyarakat menjadi panik.
  7. Masalah akan membuat pemerintah ikut melakukan intervensi [1]
Kesadaran akan dampak yang ditimbulkan oleh krisis sekaligus lemahnya dalam mengantisipasi datangnya sebuah krisis, menjadikan perlunya langkah-langkah antisipatif dalam sebuah kerangka kerja yang disebut manajemen krisis.

Situasi Krisis

Manajemen krisis membedakan situasi krisis menjadi : pra-krisis dan krisis. Situasi Pra-krisis adalah situasi masih tenang dan stabil, bahkan tanpa tanda-tanda akan terjadinya krisis, sedangakan Situasi Krisis dirinci dalam tahap-tahap prodomal, akut, kronik, dan pengakhiran (resolution). Pada tahap prodomal, hadir tanda-tanda, pada tahap akut, terjadi kerusakan (damage), pada tahap kronik, krisis akan berlanjut yang lebih parah, dan pada tahap pengakhiran, krisis berakhir/teratasi.

Tahap Krisis

Krisis pada tahap prodromal dapat dikategorikan sebagai gejala krisis. Pada tahap ini biasanya segala kejadian yang bisa berpotensi menjadi krisis sering tidak dianggap bahkan dilupakan, karena organisasi tampak masih bisa beroperasi dan bergerak lincah seakan akan tidak ada masalah. Padahal pada tahap ini krisis sudah mulai muncul sehingga dapat dikatakan tahap prodromal sebagai sebuah early warning bagi organisasi karena sinyal-sinyal akan terjadinya bahaya sudah tampak dan harus segera diatasi. Kegagalan manajemen dalam menangkap sinyal ini akan berdampak pada pergeseran ke tahap berikutnya yakni akut. Sebagai contohnya adalah muncul selebaran gelap, karyawan datang pada manajemen untuk minta kenaikan upah atau terjadi perbedaan pendapat antar manjemen, ada peraturan pemerintah (regulasi dan deregulasi), munculnya pesaing baru dalam bidang yang sama.
Tahap berikutnya adalah tahap akut. Krisis pada tahap ini meskipun tidak dikategorikan sebagai awal mulanya krisis, namun dianggap suatu krisis dimulai dari sini karena gejala yang samar-samar atau sama sekali tidak jelas itu mulai kelihatan jelas. Dalam banyak hal, krisis akut ini sering disebut sebagai the point of no return, artinya, sudah tidak ada kesempatan lagi untuk kembali memperbaiki keadaan mengingat sinyal-sinyal yang muncul pada tahap peringatan (prodromal) tidak digubris atau diindahkan, sehingga tidak bisa kembali lagi. Indikator munculnya krisis pada tahap ini adalah kerusakan sudah mulai bermunculan, reaksi mulai berdatangan, isu menyebar luas. Salah satu kesulitan besar dalam menghadapi krisis tahap akut ini adalah intensitas dan kecepatan serangan yang datang dari berbagai pihak. Kegagalan dalam menangani krisis juga akan terus berlanjut pada tahap kronis.
Krisis tahap kronis. Pada tahap ini, organisasi sudah merasakan dampak atau akibat dari krisis tahap akut, bahkan dampak dari segi waktu tidak dapat diprediksi kapan berakhirnya. Organisasi mulai melakukan intropeksi diri besar-besaran, sehingga biasanya dilakukan analisis internal secara menyeluruh terhadap gejala maupun sumber masalah baik secara struktural dan non struktural serta melakukan upaya-upaya perbaikan total (reformasi) dengan membuat kebijakan-kebijakan strategis untuk memperbaiki keadaan sehingga pada tahap ini sering disebut sebagai tahap recovery atau self analysis.
Setelah dilakukan analisis internal dan dilakukan upaya-upaya perbaikan maka akan masuk ke tahap resolusi (Penyembuhan). Tahap ini adalah tahap penyembuhan (recovery) dan tahap terakhir dari 4 tahap krisis. Masa ini adalah masa perusahaan sehat kembali seperti keadaan sediakala. Pada fase ini perusahaan akan semakin sadar bahwa krisis dapat terjadi sewaktu-waktu dan lebih mempersiapkan diri untuk menghadapinya.

Kategori Krisis

Untuk itu, selama proses penyusunan manajemen krisis, sangat penting untuk mampu mengidentifikasi jenis krisis dalam berbagai situasi yang berbeda-beda dan menggunakan berbagai macam strategi manajemen krisis yang berbeda. Perlu diketahui memprediksi krisis memang sangat sulit, tapi mengidetifikasi macam-macam krisis sangatlah mudah dan bisa dikelompokkan. Lerbinger [2] mengkategorikan ada tujuh jenis/tipe krisis :
  • Bencana alam
  • Teknologi krisis
  • Konfrontasi
  • Kedengkian (Malevolence)
  • Krisis karena Manajemen yang Buruk (Crisis of skewed management value)
  • Krisis adanya penipuan (deception)
  • Kesalahan manajemen (management misconduct)
Bencana alam atau Krisis alam yang sering dianggap sebagai tindakan dan kehendak Tuhan (the act of God) merupakan fenomena lingkungan seperti gempa bumi, letusan gunung berapi, tornado, badai, banjir, tanah longsor, tsunami yang mengancam kehidupan, harta, dan lingkungan itu sendiri.
Krisis Teknologi merupakan krisis yang timbul atau terjadi akibat aplikasi ilmu pengetahuan dan teknologi (application of science). Bencana tehnologi biasanya terjadi apabila terjadi kesalahan satu sistem yang mengakibatkan gangguan pada sistem yang lain sehingga merusak keseluruhan tehnologi. Krisis teknologi sering terjadi karena kesalahan manusia (human error) mengingat semakin kompleksnya jalinan antar sistem tehnologi. Ketika terjadi bencana tehnologi, orang selalu mudah dan cenderung menyalahkan tehnologi karena adanya kegagalan dalam sistem sebagai alasan pembenaran untuk menghindari pertanggungjawaban atas bencana terjadi.
Krisis konfrontasi terjadi ketika ada usaha perlawanan oleh individu atau beberapa individu kepada pemerintah dan atau kepada berbagai kelompok kepentingan untuk memenuhi tuntutan dan harapan mereka. Jenis umum krisis konfrontasi adalah berupa boikot, sabotase, pendudukan, ultimatum, blokade atas pembangunan pekerjaan dan demontrasi.
Sebuah organisasi menghadapi krisis kedengkian kalau ada pihak atau lawan saingan menggunakan cara-cara kriminal atau tindakan-tindakan ekstrem lainnya seperti berbuat represif dan mengancam untuk mengekspresikan permusuhan, kemarahan dan ketidaksukaan dengan tujuan membuat situasi menjadi tidak stabil baik kepada negara, organisasi, perusahaan, atau sistem ekonomi supaya sistem tidak berjalan. Contoh krisis yang termasuk dalam kategori ini adalah tindakan terorisme, premanisme, perusakan produk, penculikan, menyebarkan rumor, dan aksi spionase.
Krisis selanjutnya adalah krisis karena kelakuan buruk organisasi. Krisis ini terjadi ketika manajemen mengambil tindakan yang sengaja akan merugikan stakeholder tanpa memperdulikan risiko atas tindakan yang dilakukannya. Lerbinger membagi ada tiga jenis krisis kelakuan buruk organisasi, yaitu krisis nilai manajemen yang miring (skewed of management value), krisis penipuan (deception), dan krisis kesalahan manajemen (misconduct)[3].
Pertama, Krisis nilai-nilai manajemen yang miring muncul saat manajer membuat kebijakan demi keuntungan ekonomi jangka pendek dan mengabaikan nilai-nilai sosial yang lebih luas seperti investor dan para stakeholder.
Kedua, Krisis penipuan terjadi ketika manajemen menyembunyikan atau salah mengartikan informasi tentang dirinya sendiri dan produknya kepada para konsumennya.
Ketiga, Beberapa krisis tidak hanya disebabkan karena adanya nilai-nilai miring manajemen dan penipuan melainkan juga karena adanya perbuatan melawan hukum yang disengaja dilakukan atau bertindak ilegal.

Peran Media di Masa Krisis

Di era informasi seperti sekarang ini semua aspek kehidupan tidak dapat dilepaskan dari media. Ketergantungan akan media sudah menjadi bagian dari kebutuhan hidup manusia, karena media merupakan sumber dan pengolah informasi yang dibutuhkan masyarakat. Bahkan menurut Dennis McQuill media telah menjadi sumber dominan bukan saja bagi individu untuk memperoleh gambaran dan citra realitas sosial tetapi bagi masyarakat dan kelompok secara kolektif [4]. Informasi yang disajikan media telah cukup membantu dalam memenuhi keingintahuan orang terhadap suatu hal atau kejadian yang sedang berlangsung sekalipun tidak bisa merasakan atau melihat langsung. Dalam konteks informasi yang berkaitan dengan krisis, tentu saja intensitas perhatian orang akan meningkat dan akan selalu mengikuti informasi perkembangannya. Dalam hal ini, media akan menjadi satu-satunya sumber informasi untuk mengumpulkan, mengolah dan bahkan menafsirkan informasi. Karena sebagai satu-satunya sumber, media bebas mengarahkan kemana informasi ini ingin dibentuk apakah untuk membangun solidaritas, simpati, membangun kesadaran bersama (being together), atau mereduksi ketidaktentuan (uncertainity) dan ketakutan (fear) masyarakat [5]. Tentu saja hal itu tergantung pada jenis dan macam krisis yang terjadi. Namun yang jelas bahwa informasi yang berkaitan dengan krisis media mempunyai peran yang sangat besar dalam membentuk opini dan simpati publik.
Penelitian mengenai peran media massa di masa krisis telah banyak dilakukan oleh banyak ahli terutama ketika krisis sedang berlangsung. Pemberitaan media mengenai krisis yang tengah berlangsung sangat dibutuhkan banyak orang karena kemampuannya menyajikan informasi, interpretasi dan membangun solidaritas. Fungsi solidaritas yang dibangun oleh media dipandang tidak sekedar memerankan fungsi pengawas (watchdog) selama krisis berlangsung, namun juga fungsi membangun kesadaran tanggungjawab sosial (sosial responsibilty) di antara publik.

Perencanaan Manajemen Krisis dalam Pendekatan Manajemen Strategis

Manajemen strategis berangkat dari suatu pemikiran bahwa perkembangan dunia telah memasuki era globalisasi dengan ditandai semakin hilangnya batas negara (borderless) sebagai akibat dari perkembangan tehnologi informasi yang kian pesat. Persaingan, perdagangan bebas dan isu krisis lingkungan hidup akibat eksploitasi lingkungan, pencemaran dan penurunan kualitas lingkungan telah menjadi isu global yang mengharuskan para pelaku organisasi mendesain ulang perencanaan strategis organisasi mereka.
Manajemen strategis yang didefinisikan sebagai seni dan ilmu untuk memformulasi, mengimplementasi, mengevaluasi keputusan lintas fungsi yang memungkinkan organisasi mencapai tujuan. Ini artinya manajemen strategis berupaya mengintegrasikan manjemen (keuangan, pemasaran, produks, organisasi, SDM dan krisis) dalam satu kesatuan sistem yang terimplementasi dalam sebuah “perencanaan strategik” [6].
Secara umum perencanaan strategi terdiri dari tiga tahap proses, yaitu formulasi strategi, implementasi strategi dan evaluasi strategi.
Pada tahap formulasi startegi ini, langkah-langkah yang harus dilakukan adalah sebagai berikut :
  • Melakukan identifikasi ancaman dan peluang (eksternal) kemudian internal yang berupa kekuatan, kelemahan yang akan mempengaruhi langsung maupun tidak langsung terhadap organisasi.
  • Menetapkan tujuan Manajemen krisis dalam jangka panjang
  • Merumuskan strategi
  • Menetapkan program-program strategis
Pada tahap implementasi strategi, langkah-langkah yang dilakukan adalah
  • membuat kebijakan,
  • mengalokasikan sumber daya sehingga strategi yang diformulasikan dapat dijalankan,
  • menciptakan struktur yang efektif,
  • menyiapkan anggaran,
  • mengembangkan dan memberdayakan sistem informasi
Dan sebagai alat utama untuk menilai apakah strategi telah berjalan atau belum sesuai yang diharapkan tahap berikutnya adalah melakukan evaluasi strategi yang meliputi :
  • Meninjau ulang faktor internal dan ekternal yang menjadi dasar srategi saat ini
  • mengukur kinerja
  • mengambil tindakan korektif
Dalam melakukan proses manajemen krisis melalui pendekatan manajemen strategis, maka langkah-langkah yang harus dilakukan adalah sebagai berikut:
Formulasi Strategi
Dalam tahap formulasi ini, langkah utama dan pertama yang harus dilakukan adalah melakukan identifikasi isu-isu formulasi strategis organisasi yang meliputi:
  • Apa bidang utama garapan organisasi
  • Bagaimana kondisi sekarang tentang sumber daya
  • Apa yang harus dilakukan organisasi kedepan
Untuk menjawab pertanyaan mendasar ini perlu dilakukan identifikasi internal menyeluruh terhadap visi, misi, tujuan, identifikasi kekuatan dan kelemahan (internal analysis) termasuk mengidentifikasi bidang-bidang yang rawan menimbulkan krisis serta melakukan identifikasi peluang dan ancaman (external analysis) termasuk ancaman munculnya krisis yang kemungkinan terjadi di masa mendatang. Setelah itu melakukan perumusan alternatif strategi dan memilih strategi yang akan digunakan ketika krisis terjadi, sehingga terwujud program-program apa yang harus segera dilakukan manakala krisis menimpa organisasi.
Implementasi Strategi
Setelah proses formulasi strategi terumuskan maka tahap berikutnya adalah merencanakan implementasi strategi yang akan digunakan sebagai bahan panduan untuk menanggulangi apabila krisis terjadi, meliputi:
  • Membuat kebijakan apabila krisis terjadi
  • Menetapkan program-program strategis penanggulangan krisis (emergency response program)
  • Memberi pengarahan tehnis dan langkah-langkah yang akan dilakukan apabila krisis terjadi kepada seluruh stakeholder internal maupun eksternal
  • Menyediakan alokasi anggaran khusus untuk crisis recovery
  • Menciptakan struktur tim krisis
  • Mengembangkan dan memberdayakan sumber dan media informasi
Hal diatas perlu dilakukan karena dalam manajemen krisis ada 4 proses penting yaitu:
  • Perencanaan (planning),
  • Penanggulangan cepat kejadian (Incident response),
  • mengelola krisis (management crisis),
  • keberlangsungan organisasi (business continuity).
Untuk itu, program-program implemetasi strategi manajemen krisis sebagian berisi mengenai tindakan untuk menghadapi situasi darurat (emergency response), skenario untuk pemulihan dari bencana (disaster recovery), skenario untuk pemulihan bisnis (business recovery), strategi untuk memulai bisnis kembali (business resumption), menyusun rencana-rencana kemungkinan (contingency planning), dan mengelola krisis (crisis management). Khusus untuk penanganan krisis karena bencana, perlu dilengkapi emergency response plan (ERP) yang juga meliputi pembentukan sebuah tim yang terdiri dari para anggota dengan tanggungjawab tertentu ketika terjadi situasi darurat (emergency response team), alur tindakan pada situasi darurat (emergency flowchart) dan prosedur evakuasi. Emergency response plan ini harus didukung oleh general emergency procedure (GEP) [7].
Pada hakekatnya dalam setiap penanganan krisis, organisasi perlu membentuk tim khusus. Tugas utama tim manajemen krisis ini terutama adalah mendukung para karyawan organisai/perusahaan selama masa krisis terjadi. Kemudian menentukan dampak dari krisis yang terjadi terhadap operasi bisnis yang berjalan normal, dan menjalin hubungan yang baik dengan media untuk mendapatkan informasi tentang krisis yang terjadi. Sekaligus menginformasikan kepada pihak-pihak yang terkait terhadap aksi-aksi yang diambil perusahaan sehubungan dengan krisis yang terjadi. Hal ini bertujuan supaya organisasi mampu mempertahankan reputasi dan citra di mata publik dan stakeholder.

Pentingnya Riset bagi Public RelationsPentingnya Riset bagi Public Relation

Di dunia ideal, praktisi public relations selalu punya waktu untuk melakukan riset sebelum mereka memulai suatu program ataupun aktivitas. Selain itu, organisasi yang bekerja sama dengan mereka biasanya akan meminta hasil riset tersebut sebagai elemen inti pengembangan strateginya.
Riset yang dilakukan public relations memiliki potensi menjadi fondasi untuk membangun si public relations yang lebih baik selain membangun organisasi bersangkutan itu sendiri. Praktisi public relations bisa menggunakan hasil risetnya untuk mengembangkan strategi dan program kemudian mengevaluasi hasilnya. 

Peran Riset dalam Praktek Public Relations

Misalnya, seorang CEO bertanya, apa saja yang sudah dicapai berbagai departemen di perusahaannya selama beberapa tahun belakangan ini, si CEO ini ingin tahu bagaimana setiap departemen berkontribusi pada tujuan pencapaian organisasinya. Nah, bagi departemen public relations, pencapaian tidak hanya dilihat dari berapa banyak siaran media yang dibagikan, newsletter pegawai yang diterbitkan, atau jumlah orang yang mengunjungi situs internalnya. Semua yang disebut tadi hanyalah output-nya.
Yang sebetulnya harus dicapai oleh departemen Public Relations adalah seberapa besar kontribusi mereka pada kesuksesan bisnis organisasinya. Bagaimana caranya mereka mempengaruhi perilaku atau sikap publik yang bisa membuat organisasinya lebih baik? Di sinilah riset yang dilakukan oleh Public relations sangat berperan dalam mengindentifikasi isu-isu penting yang berhubungan dengan ruang lingkup kerjanya, lalu mengembangkannya menjadi strategi public relations, serta menggunakannya untuk mengukur pengaruh program tersebut terhadap perusahaan. Tanpa adanya riset, praktisi akan mendapatkan output yang kecil dengan mengandalkan dugaan-dugaan atau asumsi belaka sebagai bahan laporan. Tanpa adanya riset, praktisi tidak bisa menunjukkan bagaimana caranya suatu program public relations dapat menggerakkan perubahan.
Broom and Dozier (1990) mendefinisikan riset sebagai “kumpulan informasi yang terukur, objektif, dan sistematis yang bertujuan untuk menjelaskan dan mengarahkan pengertian" (hal. 4). Riset merupakan bagian integral proses kerja public relations. Dua tahap dari empat tahap dalam proses kerja public relations, seperti yang dikembangkan oleh Cutlip, Center, and Broom (2000), mengandalkan hasil riset: mendefinisikan masalah dan kesempatan di dunia public relations, serta mengevaluasi programnya. Model ROPE milik Hendrix (riset, objektif, program, dan evaluasi) dan model dari Marston RACE (riset, aksi, komunikasi, dan evaluasi) sama-sama membahas bahwa bergantung pada riset merupakan hal pertama dan terakhir dalam proses kerja public relations (seperti juga disebutkan oleh Stacks, 2002).
Cutlip dll mengatakan dalam risetnya bahwa, “riset adalah fondasi yang efektif untuk public relations” (2000, hal. 343). Stacks mengatakan, “Sederhana saja, tanpa riset Anda tidak bisa mendemonstrasikan efektivatas program Anda” (2002, hal. 4). Gronstedt (1997) menyebutkan bahwa riset menyediakan data kasar yang diperlukan untuk memperkuat nilai suatu organisasi selain juga menyediakan informasi yang membantu terbentuknya keputusan yang berdaya saing. Riset merupakan bagian penting dari manajemen public relations untuk membantu praktisi memfokuskan diri pada tujuan, objektif, dan hasil, bukan melulu pada output, dan dalam prosesnya, akan menciptakan metode yang sistematis dalam melakukan semuanya.
Riset juga menjadi hal fundamental yang bisa dijadikan acuan bagi beberapa contoh praktek public relations yang unik, termasuk praktek ala sistem terbuka dan ala two-way. Peran dari si public relations haruslah lebih dari sekadar menyampaikan pesan si organisasi atau seperti yang sering disebut sebagai taktik berkomunikasi “inside-out” (Gronstedt, 1997, hal. 39). Dalam model sistem terbuka, public relations juga sering menggunakan taktik “outside-in” dengan cara mengomunikasikan kembali kepada organisasinya apa yang dipercayai, dirasakan, dan dikhawatirkan oleh publik yang dijadikan target utama (Gronstedt, hal. 39). Pada model sistem terbuka, organisasi dan publik saling bertukar informasi, dan mempengaruhi satu sama lain. Di sinilah pentingnya riset sebagai fasilitator pertukaran informasi ini. Riset menyediakan tujuan bagi organisasi untuk menelaah lebih dulu lingkungan di mana publik dan isu-isu yang ingin diangkat. Riset membuka potensi di mana organisasi bisa membangun hubungan baik dengan area yang ingin dicakup agar pengembangan program dan tindakan taktis dapat meminimalisir melebarnya masalah yang tidak perlu. (Broom & Dozier, 1990; Cutlip, Center, & Broom, 2000).
Komunikasi model simetrikal dua arah diajukan pertama kali oleh James E. Grunig, ia menekankan pentingnya organisasi dan publik yang menjadi target utama untuk saling terlibat dalam dialog rutin demi membangun hubungan baik yang saling menguntungkan. Maka riset pun harus menjadi bagian dari dialog. “Dengan model simetrikal dua arah, para praktisi dapat menggunakan riset dan dialog yang bermanfaat saat terjadi perubahan pada ide-ide, sikap dan perilaku baik dari organisasi maupun publik yang terlibat” (Grunig, Grunig, & Dozier, 2002, hal. 308). Riset lebih jauh dapat dilakukan untuk mengukur hubungan kerjasama dan mengidentifikasi berbagai indikator yang bisa dijadikan sebagai pengukur hubungan kerjasama yang baik antara organisasi dan public relations-nya (Grunig & Hon, 1999).
Grunig et al. menemukan bahwa “Public relations yang baik adalah yang menggunakan riset (dua-arah), simetrikal (walaupun pada prakteknya organisasi berjuang menyeimbangkan antara faktor simetri dan asimetri saat mereka membuat keputusan) dan komunikasi secara personal maupun tidak langsung (dilihat dari situasi dan publiknya)” (2002, hal. 25-26).
Maka, riset sangatlah fundamental. Ada juga yang mengatakan bahwa, “Dibandingkan dengan program yang digarap seadanya, program public relations yang hebat adalah yang didasari oleh riset yang mempertimbangkan pemetaan pasar dan sudah melakukan berbagai macam evaluasi pada risetnya (klinis, kliping, dan umum)” (hal. 26).
Riset juga bisa memberikan manfaat pada karir si praktisi selain bermanfaat bagi organisasi dan departemen public relations-nya. Broom and Dozier mencatat dari beberapa ilmu, termasuk ilmu mereka sendiri ada hubungan erat antara riset PR dan partisipasi PR dalam membuat keputusan manajerial. “Rasanya akan seperti Anda tidak diundang ke meja bundar tempat semua keputusan dibuat, kecuali Anda berkontribusi pada proses pengambilan keputusan lewat pengumpulan data-data sistematis, - hasil riset” (1990, hal. 10). Austin, Pinkleton, and Dixon (2000) juga mencatat, “Sepertinya sudah jelas bahwa mereka (public relations) yang memiliki keahlian dalam hal produksi tetaplah memerlukan kekuatan melakukan riset secara baik untuk mememperkuat data yang mereka punya jika mereka ingin menaikkan status pekerjaan mereka ke pekerjaan yang sifatnya lebih manajerial” (hal. 249).
Periset lain juga menemukan hubungan yang serupa pada kemampuan seseorang untuk melakukan riset dengan kemajuan karirnya. Grunig et al. (2002) mencatat bahwa dalam suatu organisasi, keahlian seseorang dalam berstrategi sangatlah dihargai, karena manajer departemen public relations biasanya lebih baik dalam melakukan peran teknis dan manajernya dibandingkan melakukan peran strategis. Peran strategis memerlukan keahlian mengevaluasi riset, pemetaan pasar dan riset publik yang tersegmentasi. Implikasinya, para manajer komunikasi ini kemungkinan besar atau cenderung dianggap sebagai manajer yang mampu berstrategi jika memiliki keahlian meriset.
Akan tetapi apa yang terjadi? Pada kenyataannya, banyak sekali departemen public relations yang tidak melakukan riset atau hanya melakukannya sambil lalu, walaupun bukti kuat bahwa riset public relations merupakan hal penting dalam membuat program-program yang lebih efektif sudah banyak diketahui. Pada sebuah survei, sebanyak 50 percent responden mengatakan bahwa mereka jarang atau tidak pernah mengalokasikan dana untuk riset (Gronstedt, 1997). Alasan paling umum adalah minimnya dana untuk melakukan riset, kurangnya pelatihan riset, dan adanya ketakutan kinerja program mereka yang akan dianggap tidak sukses jika ada data-data riset yang merujuk ke arah itu. Sedangkan bagi organisasi yang melakukan riset, total biaya yang mereka keluarkan hanyalah 10 percent dari total dana yang direncanakan (Williams, 2003). Para praktisi public relations seringkali tidak sadar bahwa riset sederhana sudahlah tersedia dan bisa didapat dengan berbagai cara yang mudah dan kadang nyaris tanpa biaya apapun (Hon, 1998). Riset sederhana meliputi “mencermati data-data yang sudah tersedia,” termasuk di antaranya informasi akademis, perdagangan dan jurnal-jurnal profesional (Lindenmann, 2003, hal. 3).
Banyaknya program-program yang memenangkan penghargaan penting di bidang public relations menandai meningkatnya riset yang dilakukan public relations. Stacks (2002) mencermati bahwa prosentase penerima penghargaan PRSA Silver Anvil yang menggunakan riset serius untuk kampanye mereka meningkat dari 25 persen di tahun 1980 ke 75 persen di tahun 1998. Program penghargaan IABC’s Gold Quill juga termasuk dalam komponen yang menjadi ukuran. Ada pula penghargaan tahunan Jake Wittmer Award yang digagas oleh sebuah asosiasi untuk memberikan penghargaan kepada praktisi penguna riset untuk mengembangkan program yang efektif bagi proyek komunikasi mereka (Williams, 2003). Campaignasia turut melaporkan bahwa Samsung, si raksasa dari Korea menggunakan jasa riset dari Nielsen untuk membantu mereka mendapatkan informasi berskala global sehingga Samsung berhasil menjadi merek No. 1 menurut laporan Campaign Asia-Pacific 2012 Asia’s Top 1000 Brands.

Apa Kegunaan Riset PR

Riset public relations menyediakan fondasi bagi apapun yang ingin dilakukan seorang komunikator, termasuk di dalamnya mengidentifikasi dan memahami kelompok publik yang dijadikan target utama, menggarap isu-isu penting, mengembangkan strategi organisasional dan public relations dan mengukur hasilnya (Gronstedt, 1997). Hasil riset juga bisa digunakan untuk membuat publikasi, seperti yang disebutkan dalam hasil survei bahwa organisasi dapat memanfaatkannya untuk meningkatkan publikasi.
The Institute of Public Relations mengidentifikasi delapan grup penting yang berkomunikasi dengan organisasi public relations. Kedelapan grup ini meliputi komunitas, perusahaan (pegawai, persatuan pegawai, manajer), pelanggan, suppliers, pasar uang, distributor dan vendor, calon pegawai, dan pemuka masyarakat (media, kelompok aktivis) (Oliver, 2001). Ada pula grup-grup yang lebih kecil daripada mereka. Memang tidak banyak organisasi yang memiliki sumber daya untuk menjaga hubungan baik yang kuat dengan berbagai grup setiap waktu walaupun tidak terlalu diperlukan. Riset juga membantu departemen public relations mengidentifikasi target utama mereka dan isu-isu yang berhubungan, maka organisasi pun dapat memfokuskan perhatiannya pada area-area yang paling berpengaruh dan bernilai.
Riset juga membantu identifikasi pengetahuan, kecenderungan dan perilaku sehari-hari publik, sumber-sumber informasi mana yang mereka percaya dan bagaimana cara mencapainya dengan mudah. Grunig et al. (2002) menemukan bahwa riset memegang peranan penting bagi organisasi dalam merespon publiknya atau dalam hal ini, para aktivis. “Departemen public relations yang hebat dapat memetakan [lewat riset] dan secara berkesinambungan menyuarakan pesannya, terutama pengambilan keputusan kepada publik, terutama aktivis” (hal. 27). Departemen yang hebat juga akan menggunakan riset untuk merencanakan dan mengevaluasi program-program komunikasi mereka.
Ingatlah bahwa tujuan dari kampanye public relations adalah tampil beda dan mendobrak penghalang yang tercipta antara produk dan pasarnya, ide atau jasa. Contoh dari penghalang ini adalah resesi ekonomi atau komunitas yang kompetitif. Strategi yang tepat akan dapat mengalahkan dan mendobrak penghalang ini dengan lebih efisien. Dengan riset, kita akan bisa membantu suatu produk menyusun strategi dan menciptakan kampanye PR maupun marketing yang baik. Namun sekali lagi, hanya waktulah yang akan menentukan apakah strategi kita berhasil atau tidak.
Produksi multimedia /pengelolaan social media





3-TAHAP ALUR PRODUKSI MULTIMEDIA
Metodologi yang paling umum dipakai pada proses produksi Multimedia adalah yang biasa disebuat dengan alur produksi 3 tahap. Secara umum, proses produksi multimedia dirancang dengan menjalankan 3 tahap sebagai berikut;

Pra produksi / Pre-Production
Produksi / Production
pasca produksi / Post-Production


 1.    PRA-PRODUKSI

Tahap pra produksi adalah segala kegiatan yang berhubungan dengan persiapan sebelum melakukan produksi. Tahap ini biasanya berjalan sangat lama bahkan terkadang sampai menyita sumber daya waktu 75 % dari keseluruhan produksi. Tahap pra produksi terdiri dari beberapa langkah, antara lain:

PENDIFINISIAN KONSEP

VISI DAN KONSEP, TUJUAN, TARGET AUDIEN, AUTHORING TOOL, MEDIUM DELIVERY,  PLANNING

PRODUCTION PLAN

STORY BOARD, CONTENT OUTLINE, BUDGETING, SCHEDULING, ASSET MANAGEMENT, TESTINGSATFFING

BUILDING PROTOTYPE

LEGAL ASPECT

COPYRIGHT/HAK CIPTA , LEGALITAS,ROYALTY

CLIENT SIGN OFF AND FUNDING

BRAINSTORMING,  UP DATE TECHNOLOGY

ASSEMBLE TEAM

DESIGNER, STORYBOARDER, DIRECTOR , MUSIC COMPOSER, PRODUCER, ECT

DESAIN

KONTEN, SERVICES, ARSITEKTUR INFORMASI, INTERAKSI, NAVIGASI,THUMBNAIL, MOCK UP

 Konseptualisasi atau ide
Proses pembuatan multimedia dimulai dengan sebuah “gagasan” atau “visi” yang merupakan titik awal konseptual. Ide harus bisa menjawab pertanyaan mengapa mengembangkan sebuah proyek multimedia;

–  Apakah multimedia merupakan opsi yang terbaik, atau paling efektif jika dibandingkan dengan bentuk print media ?

–   Apakah konsep atau ide mengandung nilai jual tinggi(profitable)?

–   Siapa yang akan menjadi pengguna akhir dari produk multimedia ini?

–   seperti apa platform pemutar multimedia mereka?

Tujuan proyek
Pengembang multimedia  harus menentukan tujuan yang harus dicapai oleh produk akhir multimedia tersebut. Tujuan harus bisa dihitung(measurable) dan ditelaah dari sudut pandang pengguna.

Target Audience
Kepada siapa produk multimedia akan ditujukan bisa dilihat berdasarkan demografinya:

–   Umur

–   Gender

–   Latar belakang pendidikan

–   Strata sosio ekonomi

–   Latar belakang etnis

–   Bahasa

–   Profesi

–   Ekspektasi

Media
Bagaimana pesan/konten bisa menjangkau pengguna, media apa yang paling sesuai digunakan;

–   CD-ROM

–   Disk

–   web

–   Intranet

–   kiosk

–   Perangkat apa yang dimiliki oleh pengguna

–   Hambatan teknis apa yang harus dilalui

Authoring Tools
Pengembang menentukan tool-tool authoring apa yang digunakan. Authoring adalah sarana untuk menggabungkan semua elemen; Text, graphics, animation, Sound, video.

 Planning
Dalam tahapan ini perlu adanya perencanaan yang matang pada awal sebelum project dimulai. Perencanaan meliputi:

– Time Planning

membuat timeline project secara detail mulai dari proses konsep, desain, sampai produksi.

– Work Planning

Membuat workflow yang jelas. Tahapan demi tahapan disebutkan secara detail

– Financial Planning/Budgeting

Membuat perhitungan biaya yang jelas dan rasional.

Legalitas
Produsen dan pengguna program multimedia harus menyadari dan mematuhi undang-undang hak cipta. Multimedia, menurut definisi, menggabungkan berbagai unsur dari berbagai sumber, maka dari itu adalah penting untuk mengetahui bagaimana penggunaan materi-materi diatur dalam batasan hukum. Juga penting untuk mendapatkan hak cipta untuk produksi sendiri, setelah produksi selesai.

2. PRODUCTION

Tahap produksi merupakan tahap implementasi pra-produksi dimana semua anggota tim pengembang multimedia bekerja. Secara umum tahap produksi multimedia adalah sebagai berikut :

CONTENT CREATION

ELEMEN, SPECIAL EFFECTS, MUSIC,

CONTENT PROCESING

PROOFING, EDITING, ASEMBLY, FORMATING, COMPRESSION

INTEGRATION OF CONTENT AND SOFTWARE

TESTING, REVISE, DOCUMENTATION

REVISE DESIGN

EVALUATION

BUILD BETA VERSION

BUILD ALPHA VERSION

Konten
Konten adalah obyek-obyek yang terdapat pada aplikasi yang sedang dikembangkan.

Pemrosesan isi
Proofing, editing, assembly, formatting, compression

Pengintegrasian isi dan software
Produk harus memudahkan  pengguna untuk mengakses atau menggunakannya, serta software yang digunakan harus up  date

Merevisi isi dan software
Menetapkan desain akhir, produk yang terbaik biasanya hasil dari umpan balik (dari tester)yang berkesinambungan dan modifikasi yang diimplemantasikan pada seluruh proses produksi

Membangun / membuat versi alfa
Ditetapkannya fungsionalitas, kelengkapan implementasi utama, mengintegrasikan semua modul dalam satu kesatuan.

Evaluasi :
Mengevaluasi setiap hambatan yang terjadi, hasil evaluasi harus dibuat catatannya serta catatan antisipasinya ini penting untung pegangan proyek berikutnya yang akan dibahas pada saat memulai proyek selanjutnya, untuk menge-liminir kesalahan serta gangguan

Merevisi software dan isi berdasarkan evaluasi
Temuan-temuan dijadikan acuan untuk merevisi kekurangan baik, itu berupa software atau isi.

Membangun / membuat versi beta
Versi alfa direvisi dan di launching ulang sebagai versi beta.

3. TAHAP PASCA-PRODUKSI

Adalah tahap penyelesaian produksi mutimedia menjadi hasil akhir. Tahap Pasca produksi/Post Production diterapkan terutama pada bidang multimedia broadcasting; program television, video, audio recording, photography dan animasi.

Setelah aplikasi beta diuji dan direvisi, itu memasuki tahap pengemasan. Produk akhir bisa dibakar ke CD-ROM atau dipublikasikan di internet sebagai sebuah konten web.

BETA TESTING

PROOF CONTENT, PROOF TESTING, CHECK FOR UNEXPECTED ERRORS

EVALUATIONN

ACHIEVE ALL PRODUCTION MATERIAL

DOCUMENTATION, AFTER SALES,SOURCE ASSET, MASTER DIGITAL FILES, FINAL ASSETS,

REVISE

CONTENT AND SOFTWARE

RELEASE GOLDEN MASTER



Evaluasi
Evaluasi terakhir dilakukan setelah mendapat umpan balik dari beta testing.

Merevisi 
Revisi pada pasca produksi berarti melakukan penyesuaian akhir pada produk berdasarkan hasil evaluasi sebelum produk dilaunching.

Meluncurkan produk jadi
Produk disebarkan kepada pengguna atau diserahkan kepada klien.





Cara Membuat Strategi Marketing Social Media dari Awal



Cara Membuat Strategi Marketing Social Media dari Awal
Memikirkan strategi marketing untuk social media pada awalnya sangat membingungkan.
Ibaratnya seperti Anda seseorang yang pemula dan melakukan aktivitas memanjat tebing untuk pertama kalinya.
Anda mungkin tidak mengerti apa yang harus dilakukan. Anda dan teman Anda masih sangat newbie tentang tali-menali, rappelling, serta teknik untuk memanjat tebing. Anda melihat orang lain dapat melakukannya dengan baik.
Dalam pikiran, Anda akan merasa sangat senang jika berhasil mencapai puncak dari panjat tebing, tetapi Anda tidak mengerti bagaimana cara untuk mencapainya.
Hal ini sama halnya dengan strategi marketing untuk social media.
Jika Anda memulai dari nol, akan terasa mendebarkan serta luar biasa.
Anda tahu apa yang ingin Anda lakukan dan kenapa. Anda dapat melihat orang lain telah memanjat gunung social media dan Anda memiliki beberapa ide bagaimana menuju ke sana sendiri.
Anda perlu yang namanya rencana.
Artikel kali ini akan mengajak Anda untuk mengetahui cara membuat strategi marketing untuk social media yang pastinya akan membantu Anda dalam mengembangkan bisnis, terutama bagi Anda yang ingin mencoba dari offline ke online.
Mari kita mulai pembahasannya.

Rencana Marketing Social Media

Mulai dari dasar sampai pada tahap membangun, berikut ini adalah bentuk keseluruhan dari cara membuat rencana social media marketing.
Bentuk rencananya itu seperti perjalanan, mulailah dengan mengarahkan diri Anda ke jalan yang benar, kemudian pilih cara Anda akan sampai di sana, check-in secara teratur untuk memastikan Anda berada di jalur, dan bersenang-senang sepanjang perjalanan.
Langkah 1 : Pilih jaringan sosial Anda
Langkah 2 : Isi semua profil Anda secara lengkap
Langkah 3 : Temukan voice dan tone Anda
Langkah 4 : Pilih strategi postingan Anda
Langkah 5 : Analisis, tes, dan iterate
Langkah 6 : Mengotomatisasi, engage dan dengarkan

Langkah 1 : Pilih Jaringan Sosial Anda

jaringan-sosial
Bagi Anda yang baru ingin beralih dari bisnis offline ke online, mungkin diantara Anda sudah memiliki data base customer, bisa berupa alamat atau nomor telepon yang bisa dihubungi. Data ini bisa Anda keep dan kembangkan setelah Anda membaca artikel ini.
Untuk masa peralihan dari bisnis offline ke online, Anda bisa melakukan riset lebih lanjut tentang mereka. Caranya? Bisa dimulai dengan menentukan social media.
Sekarang ini social media sudah banyak sekali jenis jaringannya. Masing-masing jaringan memiliki keunikan, dengan praktik terbaik, gaya sendiri, dan audiens sendiri.
Anda harus memilih jaringan sosial yang cocok dengan strategi dan goal ingin Anda capai di social media.
Anda tidak perlu menggunakan semua jaringan sosial, pilih yang menurut Anda paling penting dan dapat membangun engagement dengan audiens.
Ada beberapa yang perlu dipertimbangkan, agar nantinya dapat membantu Anda bukan hanya memilih jaringan sosial mana yang perlu dicoba tetapi juga berapa kali Anda harus mencobanya.
Waktu – Berapa banyak waktu yang dapat Anda berikan untuk jaringan sosial? Untuk di awal, Anda cukup menyediakan waktu 1 jam / hari.
Sumber – Personil dan skill apa yang harus Anda miliki? Jaringan sosial virtual seperti pinterest dan Instagram memerlukan gambar dan foto. Jejaring sosial seperti Google+ menekankan kualitas konten. Apakah Anda memiliki sumber untuk menciptakan apa yang dibutuhkan?
Audiens – Dimana customer potensial Anda suka berkumpul? Jejaring sosial mana yang memiliki demografi yang tepat?
Untuk penutup dari langkah pertama ini, Anda dapat mereferensikan penelitian audiens dan demografi dari survei seperti yang dilakukan oleh Pew Research.
Misalnya, Pew memiliki data lengkap, dari demografi untuk Facebook, Twitter, Instagram, Pinterest, dan LinkedIn.

Langkah 2 : Isi Semua Profil Anda Secara Lengkap

Salah satu situs yang sering melakukan cek bulanan terhadap isi website mereka adalah Buffer.
Ada yang bertugas untuk mengunjungi masing-masing profil social media Buffer dan memastikan bahwa avatar, meliputi foto, bio, serta info profil sudah up-to-date dan lengkap.
Ini adalah bagian kunci untuk pemeriksaan social media mereka.
Profil yang diisi secara lengkap menunjukkan profesionalisme, melekatkan branding, dan sebagai sinyal kepada pengunjung bahwa Anda serius tentang enganging.
Untuk visual, Anda perlu menjadi lebih konsisten dan memfamiliarkan visual Anda dengan visual yang akan gunakan di social media.
Misalnya avatar Anda pada Twitter dicocokkan dengan avatar pada Facebook. Cover foto Anda di Google+ dapat dibuat mirip pada cover LinkedIn.
visuals
Untuk membuat gambar-gambar ini, Anda perlu mengetahui ukuran grafik gambar social media yang akan menunjukkan rincian tepat dari dimensi untuk setiap foto pada setiap jaringan.
Anda dapat menggunakan tool seperti Canva untuk memudahkan pembuatan serta menghemat waktu. Tool ini dilengkapi dengan prebuilt template yang akan mengatur ukuran tepat untuk gambar Anda.
Screen-Shot-2014-07-15-at-4.27.22-PM
Untuk teks, area yang perlu Anda kustomasi adalah bagian bio/info. Membuat bio social media yang professional dapat dipecah menjadi 6 aturan sederhana.
  1. Tampilkan : kalimat “Apa yang telah saya lakukan” bekerja jauh lebih baik dari “Siapa saya”.
  2. Menyesuaikan keyword dengan audiens Anda.
  3. Bahasa tetap segar : hindari istilah-istilah.
  4. Menjawab pertanyaan dari follower potensial Anda : “Apa untungnya bagi saya?”
  5. Jadilah lebih personal dan ramah.
  6. Sering melakukan kunjungan lagi.

Langkah 3 : Temukan Voice dan Tone Anda

voice
Anda mungkin tergoda untuk langsung terjun dan mulai berbagi. Hanya satu langkah lagi sebelum Anda melakukannya.
Terjun ke dalam social media akan lebih fokus dan langsung kepada titik sasaran jika Anda memiliki voice dan tone untuk “memukul” konten Anda.
Untuk melakukannya, Anda bisa menghabiskan waktu dengan mencari tahu persona marketing dan memperdebatkan poin-poin penting dari pernyataan misi Anda serta data customer dengan partner kerja Anda.
Hal itu memang bagus. Namun, rencana marketing social media Anda baru menjalankannya proses ini dari bawah, Anda dapat membuat proses ini sedikit lebih mudah.
Mulai dengan pertanyaan seperti ini :
Jika brand Anda adalah orang, seperti apa kepribadian yang ia miliki?
Jika brand Anda adalah orang, apa hubungan mereka ke konsumen? (sebagai coach, teman, guru, etc)
Jelaskan secara adjektif yang bukan termasuk dari personality perusahaan Anda
Apakah ada perusahaan lain yang memiliki personality yang mirip dengan perusahaan Anda? Pada bagian apa yang mirip?
Bagaimana Anda ingin customer melihat perusahaan Anda?
Pada akhir pelatihan ini, Anda harus bisa menyampaikan secara adjektif yang mendeskripsikan voice dan tone dari marketing Anda.
Pertimbangkan hal ini untuk menjaga agar Anda tetap pada track : Voice adalah pernyataan misi, sedangkan tone adalah pelaksanaan misi tersebut.
HUBUNGAN INTERNAL 



PENGANTAR
Istilah Public Relations yang di Indonesia secara umum diterjemahkan menjadi Hubungan Masyarakat, sebenarnya baru dikenal pada abad ke-20, namun gejalanya sudah tamapk sejak abad-abad sebelumnya, bahkan sejak manusia masih primitif. Unsur-unsur dasarnya –memberi informasi, membujuk, dan mengintegrasikan khalayak—selalu tampak dalam kehidupan masyarakat zaman dahulu. Gejala tersebut terlihat pada adanya hubungan yang harmonis diantara individu-individu, individu dengen kelompok, ataupun antar kelompok, di dalam pergaulan mereka.



Harmonis dalam arti adanya saling pengertian dan persesuaian antara kedua belah fihak, satu sama lain saling memberikan keuntungan dan merasa senang. Hanya saja pada waktu itu orang belum menemukan istilah (public relations) yang cocok untuk melukiskan kegiatan dimaksud. Padahal apa yang dilakukan Cleopatra dengan keindahannya sebagai ratu, dalam rangka menyambut Mark Anthony di tepi sungai Nili, sebenerna merupakan kegiatan PR (Griswold dalam Kustadi Suhandang, 2004).

PUBLIC RELATIONS MODERN
Dengan pesatnya perkembangan demokrasi, maupun majunya perkembangan industri, semuanya menyebabkan pergesaran-pergeseran atau kegoncangan-kegoncanagan hebat di bumi ini. Pergeseran tersebut mengakibatkan perubahan dan kemajuan yang luas, tidak saja dalam bidang perdagangan dan perniagaan, tetapi juga dalam lapangan politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, keamanan dan sebagainya.
Sejalan dengan perkembangan tersebut, komunikasipun dituntut untuk lebih maju lagi sehingga kegiatan Public Relations pun semakin banyak dipergunakan, banyak dipelajari, dan diteliti. Public relations dari berbagai badan, perusahan, atau pun instansi-instansi dalam masyrakat mendapat tugas untuk senantiasa mengikuti dan menganalisa masalah-masalah yang timbul, baik dari dalam badan itu sendiri, maupun dari publiknya. Masalah-masalah yang timbul akibat adanya pergeseran-pergeseran dan kegoncangan-kegoncangan yang terjadi di dalam masyarakat. Pada tahun 1906, sebuah industri besar di Amerika meminta Ivy Lee untuk menjadi juru bicara dalam hubungan antara perusahaan dengan public dan badan-badan lainnya. Dari situ Lee memulai karirnya sebagai seorang publisist. Karena itu Ivy Lee dianggap sebagai pelopor Public relations Modern. Karena jasanya, dalam bidang Public Relations Ivy Lee disebut sebagai Father of Public Relations.

APAKAH PUBLIC RELATIONS ?

Menurut para pakar, hingga saat ini belum terdapat konsensus mutlak tentang difinisi dari PR. Ketidaksepakatan tersebut disebabkan oleh: pertama beragamnya definisi PR yang telah dirumuskan baik oleh para pakar maupun profesional PR didasari perbedaan sudut pandang mereka terhadap pengertian Humas/PR.
Definisi yang sangat umum diberikan oleh John. E. Marston

“ PR is planned, persuasive communication designed to influence significant public”

PR adalah kegiatan komunikasi yang terencana dan persuasif untuk mendesain publik-publik yang nyata. PR bukanlah ilmu tradisional yang digunakan untuk menghadapi tujuan-tujuan sesaat. PR perlu direncanakan dalam suatu pendekatan manajemen kepada target-target public tertentu.

Dari definisi yang sangat umum tadi, kita menuju kepada definisi yang lebih spesifik, yang lebih konkret. Marston memberikan defisnisi yang baik sekali lagi;

“PR adalah seni untuk membuat perusahaan Anda disukai dan dihormati oleh para karyawan, konsumen dan para penyalurnya”.

Sedangkan Harlow (dalam Grunig, James E, 1984: 7), memberikan definisi dengan mengkombinasikan berbagai elemen dari berbagai definisi sebagai berikut:

Public Relations is the distinctive management functions which helps establish and maintain mutual line of communication, acceptance and cooperation between an organization and its public; involves the management of problems and issues; helps management to keep informed on and responsive to public opinion

(Public Relations adalah fungsi manajemen yang membantu mendirikan dan memelihara hubungan komunikasi yang saling menguntungkan, keterbukaan dan kerjasama antara organisasi dan publiknya, melibatkan manajemen problem dan issu, membantu manajemen untuk tetap terinfomasi dan responsive terhadap publik).

Definisi Harlow walaupun terkesan sangat umum ataupun general, memberikan arti penting bagi kegiatan PR itu sendiri. Bahwa kegiatan PR yang dilakukan oleh setiap organisasi maupun institusi pada intinya adalah kegiatan komunikasi, serta membantu agar manejemen tetap terinformasi (keluar dan kedalam) serta responsive terhadap apa yang terjadi pada lingkungannya.

Sedangkan Baskin, Otin et al mendefinisikan PR dalam definisi yang lebih operasional yaitu :

Public relations is a management function that helps achieve organizational objectives, define philosophy, and facilitate organizational change. Public Relations practitioners communicate with all relevant internal and external public to develop positive relationship and to create consistency between organizational goals and societal expectations



Dari definisi tersebut Baskin, Otin dan kawan-kawan mencoba untuk mendefinisikan fungsi PR secara lebih luas, dimana PR adalah sebuah fungsi (bagian) dari manajemen yang bertangung jawab untuk mencapai tujuan organisasi dan berkomunikasi dengan publik internal dan eksternal untuk mengembangkan sebuah hubungan yang positif.

Pada kenyataannya, tidak semua praktisi melakukan apa yang didefinisikan oleh Baskin. Beberapa bahkan praktisi PR melakukan hal yang lebih luas (more broadly) dari apa yang didefinisikan oleh Baskin.

Beberapa definisi PR menekankan pada fungsi komunikasi dari PR. Pada dasarnya , semua manajer di dalam organisasi bertanggung jawab dan terlibat dalam komunikasi, tetapi PR manajer memiliki tanggung jawab yang lebih besar, dan memiliki tanggung jawab yang lebih spesifik di dalam komunikasi. Komunikasi berperan di dalam skill (keahlian) seorang PR, juga harus nampak dalam tugas-tugasnya (tasks performed). Ahli PR yang bernama Gene Harlan dan Alan Scott menekankan sbb : “skilled communication of ideas to various publics with the object of producing desired results”. Artinya bahwa keahlian komunikasi harus nampak di dalam segala ide yang dihasilkan untuk publik yang beragam dengan obyek (PR) dalam mendapatkan hasil sesuai dengan yang diinginkan “. Masih menurut Gene Harlan, tugas (objek PR) antara lain produksi release, laporan tahunan (annual report), majalah karyawan perusahaan (employee magazine). Seorang PR akan berhubungan dengan hal-hasl tsb.

Selain harus nampak pada skill, seorang PR juga harus dapat mengaplikasikan komunikasi dalam sistem. Frank Jefkins dalam Baskin, Otis (et.al,p.9) mendeskripsikan sebagai “a system of communications to create goodwill”, artinya bawa sistem dari komunikasi akan menciptakan hubungan baik (goodwill). Sistem komunikasi yang dimaksud adalah metode untuk mengumpulkan informasi , memelihara hubungan baik dengan publik baik secara internal maupun eksternal adalah contoh dari pelaksanaan sistem komunikasi. Yang terakhir yaitu public relations bertanggung jawab terhadap terciptanya komunikasi 2 arah yang sistematis.

Keberadaan PR dalam suatu organisasi terutama difungsikan untuk menunjang fungsi-fungsi manajemen perusahaan untuk mencapai tujuan bersama. Adanya berbagai kemajuan telah mengakibatkan terjadinya pembaruan dalam masyarakat. Cara hidup mesyarakat yang semakin modern dan semakin terspesialisasi dalam bidang-bidang tertentu, semakin mempengaruhi fungsi tersebut. Kondisi di atas jelas memerlukan keahlian khusus di bidang PR. Praktisi PR dituntut kemampuannya untuk mengkoordinasikan atau mengelola pemanfaatan sumber daya organisasi untuk penyelenggaraan komunikasi 2 arah antara organisasi dan publiknya. Kaitan antara PR dengan konsep manajemen menghasilkan pemahaman akan pentingnya public relations, seperti dinyatakan oleh Mc Elreath:

“Management PR berarti melakukan penelitian, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi terhadap berbagai kegiatan komunikasi yang disponsori oleh organisasi. Bentuk kegiatan komunikasi dapat berupa penerbitan brosur perusahaan, pertemuan-pertemuan kelompok kecil sampai pada kegiatan yang sangat kompleks seperti konferensi pers dengan menggunakan satelit”. Dari pernyataan tersebut manajemen public relations dipahami sebagai bentuk pengelolaan public relations dengan menerapkan fungsi-fungi manajemen yaitu dengan menjalankan penelitian, perencanaan dan evaluasi terhadap program yang dijalankan.

Keterangannya sebagai berikut:

1. Penelitian

Pada dasarnya, penelitian merupakan cara yang digunakan untuk memperoleh informasi dari publik baik internal maupun eksternal untuk memahami masalah yang dihadapi dengan akurat dan metode ilmiah.

2. Perencanaan dan pemrograman

Perencanaan dan pemograman merupakan segala informasi atau data masukan atau input yang diperoleh berkaitan dengan hal atau permasalahan yang dihadapi ke dalam bentuk rencana tindakan untuk pemecahannya. Perencanaan Public Relations merupakan suatu proses berkesinambungan dan selalu memerlukan peninjauan agar tindakan yang diambil sesuai dengan aturan yang ditetapkan. Sejumlah prinsip yang harus diperhatikan dalam perencanaan program antara lain: sifat, waktu dan lingkungan. Perencanaan juga harus memperhatikan situasi di dalam maupun di luar organisasi, serta pihak-pihak yang terlibat dalam perencanaan tersebut.

3. Pelaksanaan program

Pelaksanaan program merupakan tahap dimana rencana program yang telah ditetapkan dilaksanakan atau diimplementasikan ke dalam suatu bentuk program aksi sebagai langkah nyata pemecahan masalah PR yang dihadapi. Pelaksanaan Program ini dapat berupa program tindakan maupun program komunikasi yang kesemuanya merupakan cara atau proses untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

4. Evaluasi

Merupakan suatu tahapan yang dilaksanakan untuk menentukan atau memperlihatkan nilai suatu program termasuk pengelolaan maupun hasil atau dampak pelaksanaannya. Melalui evaluasi, PR akan mengetahui faktor-faktor yang menjadi kegagalan ataupun keberhasilan suatu program, sehingga dapat ditentukan langkah-langkah selanjutnya yang seharusnya dilakukan.

Pada dasarnya tujuan sentral PR adalah untuk menunjang manajemen yang berupaya mencapai tujuan organisasi atau perusahaan. Meskipun tujuan setiap organisasi berbeda tergantung dari sifat organisasi tersebut, tetapi dalam kegiatan humas terdapat kesamaan yakni membina hubungan yang harmonis antara organisasi dengan publik dalam membentuk citra positif.

Hubungan yang baik atau harmonis dalam PR mengandung arti luas, yakni sikap yang menyenangkan (favorable), itikad baik (goodwill), toleransi (tolerance), saling pengertian (mutual understanding), saling mempercayai (mutual confidence), saling menghargai (mutual appreciation), dan citra baik (good image). Penampilan dan sikap seorang PR dalam mencapai tujuan organisasi dengan cara menciptakan kesan yang baik akhirnya dapat melekat dan mempengaruhi citra dari perusahaan yang diwakilinya.

Pengertian citra itu sendiri abstrak , tetapi wujudnya dapat dirasakan dari penilaian baik semacam tanda respek dan hormat dari publik terhadap perusahaan dilihat sebagai sebuah badan usaha yang baik, dipercaya, profesional dan dapat diandalkan dalam pemberian pelayanan yang baik (Ruslan, Rosady, 1994: 66)

Menurut Edward L. Bernay, terdapat tiga fungsi utama PR yaitu:

1. Memberikan penerangan kepada masyarakat
2. Melakukan persuasi untuk mengubah sikap dan perbuatan anda secara langsung
3. Berupaya untuk mengintegrasikan sikap dan perbuatan suatu badan/lembaga sesuai dengan sikap dan perbuatan masyarakat atau sebaliknya.

Adapun ruang lingkup tugas PR dalam sebuah organisasi/lembaga antara lain meliputi aktivitas:

1. Membina hubungan ke dalam (publik internal)

Yang dimaksud dengan publik internal adalah publik yang menjadi bagian dari unt/badan/perusahaan atau organisasi itu sendiri. Seorang PR harus mampu mengidentifikasi atau mengenali hal-hal yang menimbulkan gambaran negatif di dalam masyarakat.

2. Membina hubungan keluar (publik eksternal)

Membina hubungan keluar (publik eksternal)

Yang dimaksud publik eksternal adalah publik umum (masyarakat). Mengusahakan tumbuhnya sikap dan gambaran publik yang positif terhadap lembaga yang diwakilinya.Dengan demikian peran PR /Humas tersebut bersifat 2 arah, yaitu berorientasi ke dalam (inward looking) dan ke luar (outward looking)

Menurut H. Fayol beberapa kegiatan dan sasaran PR adalah:

o Membangun identitas dan citra perusahaan (building corporate identity and image)
o Menciptakan identitas dan citra perusahaan yang positif.
o Mendukung kegiatan komunikasi timbal balik dua arah dengan berbagai pihak.
o Menghadapi krisis (Facing of Crisis)
o Menangani keluhan (complaint) dalam menghadapi krisis yang terjadi dengan membentuk manajemen krisis dan PR Recovery of Image yang bertugas memperbaiki lost of image and damage.



KEDUDUKAN HUMAS STRUKTUR ORGANISASI

Kedudukan humas dalam organisasi dan kewenangan petugasnya tidak selalu dapat dinyatakan dengan tegas. Menurut John Tondowijojo (2004:9), bila humas diakui sebagai bagian jajaran kebijakan pimpinan, maka humas harus berada langsung di bawah direksi. Humas harus mampu menyampaikan kebijaksanaan pimpinan, sehingga ia harus langsung berada di pihak yang berhubungan dengan pimpinan seluruh jajaran manajemen. (Tondowidjojo, 2004:9). Sedangkan menurut Renald Khasali, public relations merupakan fungsi manajemen yang sama pentingnya dengan pemasaran, produksi, keuangan dan SDM.

Menurut Tondowidjojo, kegiatan humas haruslah sistematis dan terencana, tetapi kadang-kadang juga perlu untuk berimprovisasi dan berinovasi. Suatu kebijakan harus dipertimbangkan, dirumuskan, direncanakan dan evaluasi. Untuk ini diperlukan analisis data yang diperoleh tentang organisasi dan lingkungannya. Seberapa jauh PR harus menapakkan kakinya ke peran internal atau fungsi eksternal, tentu saja sepenuhnya tergantung pada kebijakan manajemen. Hanya saja kalau kita menginjak pada tataran ideal fungsi PR, tentu saja keseimbangan peran internal dan eksternal adalah perlu. Seberapa jauh titik keseimbangan tersebut harus dijalankan tentu tergantung pada bidang gerak perusahaan/organisasi yang bersangkutan.

Semakin kuat kedekatan perusahaan dengan publik dengan sendirinya membutuhkan banyak konsentrasi untuk memerhatikan publik. Sebaliknya kalau perusahaan lebih banyak bergerak pada komunitas yang tidak secara langsung menemui publik, maka peran PR harus dioptimalkan secara internal.




















PERBEDAAN FUNGSI INTERNAL DAN EKSTERNAL PR

INTERNAL EKSTERNAL

1. Mengkomunikasian kebijaksanaan direksi dan manajemen pada karyawan.
2. Menjelaskan perubahan kebijakan direksi dan manajemen agar karyawan memahami dasar pengambilan keputusan yang diambil.
3. Membangun jaringan komunikasi interkatif antara karyawan, manajemen dan direksi.
4. Membantu proses restrukturisasi, mulai dari sosialisasi kebijakan hingga pelatihan untuk mengurangi dampak buruk restrukturisasi.
5. Membantu peningkatan rasa memiliki karyawan terhadap perusahaan.
6. Membantu terciptanya budaya perusahaan yang sesuai dengan visi organisasi.



1. Mensosialisasikan kebijakan perusahaan kepada publik.
2. Menjelaskan hasil Rapat Umum Pemegang Saham.
3. Menjelaskan hasil dan dasar diadakannya Rapat Umum Luar Biasa Pemegang Saham.
4. Membantu pemasaran untuk menciptakan citra produk.
5. Mensosialisasikan prestasi yang dicapai oleh perusahaan.
6. Mengembangkan program-program pengembangan masyarakat, sebagai bentuk tanggung jawab perusahaan kepada publik.
7. Menyiapkan sarana bagi publik unyuk melihat perusahaan secara langsung.
8. Menyiapkan sarana bagi pemerintah dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat unuk melihat kinerja perusahaan.

Sumber: Silih Agung Wasesa, Strategi Public Relations, Jakarta: Gramedia, 2006.







TUGAS-TUGAS PUBLIC RELATIONS
Inti tugas Public Relations adalah sinkronisasi antara informasi dari perusahaan dengan reaksi dan tanggapan public sehingga mencapai suasana akrab, saling mengerti, dan muncul suasana yang menyenangkan dalam interaksi perusahaan dan Public. Persesuaian yang menciptakan hubungan harmonis di mana satu sama lain saling memberi dan menerima hal-hal yang bisa menguntungkan kedua belah pihak. Berdasarkan adanya dua jenis public bagi suatu badan atau perusahaan (public intern dan ekstern), maka tujuan Public Relations pun diarahkan melalui dua macam tugas, yaitu di dalam dengan sebutan internal Public Relations, dan di luar dengan sebutan external Public Relations. Dengan kata lain, Public Relations mengemban tugas atas tujuannya tadi, yaitu berkomunikasi ke dalam dengan public intern, dan keluar dengan public ekstern.







INTERNAL PUBLIC RELATIONS
Sudah tentu suasana di dalam badan atau perusahaan menjadi target dari tugas Internal Public Relations, terutama suasana diantara para karyawannya yang mempunyai hubungan langsung dengan perkembangan badan atau perusahannya. Kegiatan Public Relations ke dalam perusahaan tersebut diperlukan untuk memupuk adanya suasana yang menyenangkan di antara para karyawannya, komunikasi antara bawahan dan pimpinan atau atasan terjalin dengan akrab dan tidak kaku, serta meyakini rasa tanggung jawab akan kewajibannya terhadap perusahaan.
Tiap anggota dari badan atau perusahaan itu, dari tingkat pimpinan sampai pesuruh, merupakan Public Relations Officer yang tidak resmi. Mereka harus menyadari bahwa sebagai anggota atau keluarga dari perusahaan, mereka akan selalu mendapat sorotan dari publik yang ada di luar. Sikap, sifat, tingkah laku, dan perbuatan seorang karyawan atau keluargaya dapat mempengaruhi nama baik instansi atau perusahaan dimana mereka bekerja. Dengan kesadaran dan keyakinan tersebut diharapkan muncul kegairahan kerja dari para pegawainya. Keadaan yang demikian dapat diciptakan apabila pimpinan atau majikan selalu memperhatikan kepentingan para pegawainya. Baik secara ekonomi, sosial, maupun secara psikologis.




EXTERNAL PUBLIC RELATIONS
Bagi suatu perusahaan, hubungan dengan public di luar perusahaannya merupakan suatu keharusan yang mutlak. Sesuai dengan sifatnya, dalam masyarakat modern tidak akan ada kemungkinan bagi seseorang atau suatu badan bisa hidup menyendiri. Masing-masing akan saling membutuhkan satu sama lain. Hubungan ke luar perlu dibina oleh perusahaan atau instansi seperti ke pemerintah, pelanggan, pers / media termasuk kepada masyarakat sekitar (community).
Hubungan yang harmonis dan bak hanya dapat tercapai dengan pengertian yang ikhlas, tidak dengan paksaan. Apalagi hubungan atau komunikasi itu harus berkembang dalam masyrakat demokratis. Semua komunikasi dengan public ekstern hendaknya dilakukan perusahaan itu secara informative dan persuasive. Informasi hendaknya diberikan secara jujur, teliti, sempurna, dan berdasarkan fakta yang sebenarnya. Publik kadang-kdang sangat kritis terhadap sesuatu yang berhubungan dengan kepentingannya yang actual dan tidak biasa. Karena sifat yang ramah merupakan salah satu syarat yang bisa menentukan berhasil tidaknya usaha External Public Relations.
Kegiatan External Public Relations antara lain meliputi :
1. Bagaimana memperluas pasar;
2. Bagamana memperkenalkan produksinya kepada masyarakat;
3. Bagaimana cara mendapatkan penghargaan dan penerimaan dari public maupun masyarakat;
4. Bagaimana memelihara hubungan baik dengan para pejabat pemerintahan dan Negara;
5. Bagaimana cara mengetahui sikdap dan pendapat public terhadap perusahaan;
6. Bagaimana memelihara hubungan baik dengan pers dan para opinion -leader;
7. Bagaimana memelihara hubungan baik dengan para pemasok dan public-publik lain yang berhubungan dengan operasional perusahaan;
8. Problem lainnya yang menyangkut persoalan antara perusahaan dengan masyarakat yang ada di luar perusahaan, untuk mencapai rasa simpatik dan kepercayaan dari publik-publik yang ada di dalam masyarakat itu.


















PR DAN ORGANISASI

INTERNAL PUBLIC RELATIONS
Sudah tentu suasana di dalam badan atau perusahaan menjadi target dari tugas Internal Public Relations, terutama suasana diantara para karyawannya yang mempunyai hubungan langsung dengan perkembangan badan atau perusahannya. Kegiatan Public Relations ke dalam perusahaan tersebut diperlukan untuk memupuk adanya suasana yang menyenangkan di antara para karyawannya, komunikasi antara bawahan dan pimpinan atau atasan terjalin dengan akrab dan tidak kaku, serta meyakini rasa tanggung jawab akan kewajibannya terhadap perusahaan.
Tiap anggota dari badan atau perusahaan itu, dari tingkat pimpinan sampai pesuruh, merupakan Public Relations Officer yang tidak resmi. Mereka harus menyadari bahwa sebagai anggota atau keluarga dari perusahaan, mereka akan selalu mendapat sorotan dari publik yang ada di luar. Sikap, sifat, tingkah laku, dan perbuatan seorang karyawan atau keluargnya dapat mempengaruhi citra baik instansi atau perusahaan dimana mereka bekerja. Dengan kesadaran dan keyakinan tersebut diharapkan muncul kegairahan kerja dari para pegawainya. Keadaaan yang demikian dapat diciptakan apabila pimpinan atau majikan selalu memperahatikan kepentingan para pegawainya. Baik secara ekonomi, sosial, maupun secara psikologis. Oleh karena itu pemahaman PR akan komunikasi organisasi beserta saluran-saluran komunikasi organisasi menjadi sangat penting karena PR akan bekerja melalui saluran-saluran komunikasi organisasi yang ada, dan memastikan saluran tersebut berfungsi dengan baik dalam organisasi.

Komunikasi organisasi

Pertunjukan dan penafsiran pesan diantara unit-unit komunikasi yang merupakan bagian dari suatu unit tertentu.

Proses penciptaan makna atas interaksi yang menciptakan , memelihara dan mengubah organisasi. Komunikasi lebih dari sekedar alat, ia adalah cara berpikir.

DEFINISI KOMUNIKASI ORGANISASI

Komunikasi organisasi: didefinisikan sebagai pertunjukan dan penafsiran pesan diantara unit-unit komunikasi yang merupakan bagian dari organisasi ttt. Komunikasi menjadi suatu fungsi pembentuk organisasi bukan hanya sebagai pemelihara organisasi.

Komunikasi organisasi yang efektif merupakan salah satu jalan ataupun cara agar organisasi terus tetap dapat bertahan hidup. Komunikasi organisasi yang efektif membantu organisasi untuk dapat mencapai tujuan organisasi. Seperti yang digambarkan oleh Richard Blundel dalam bukunya Effective Organisation (2004; hal 2) bahwa komunikasi organisasi dapat membantu organisasi dalam :

1. Satisfied Repeat Customer, rather than un happy ex-customers
2. Well Motivated Employees, rather than an expensive industrial dispute
3. A positive reputation in the wider community, rather than an interational boycott of its products
4. Innovative and Creative strategies , rather than inefficiency, indecision and resistance to change.



Dalam telaah Blundel, komunikasi organisasi membantu organisasi mencapai hal-hal yang menjadi tujuan utama organisasi misalnya : kepuasan customer, karyawan yang termotivasi, citra atau reputasi yang positif serta iklim inovatif dan kreatif. Banyak definisi komunikasi organisasi menurut para ahli, salah satunya Wayne Pace dan Don F Faules, menurut mereka Komunikasi organisasi dapat didefinisikan sebagai pertunjukan dan penafsiran pesan di antara unit-unit komunikasi yang merupakan bagian dari suatu organisasi tertentu (Wayne, Pace dan Faules Don F, 2002 : hal 31). Suatu organisasi terdiri dari unit-unit komunikasi dalam hubungan-hubungan hirarkis antara yang satu dengan yang lainnya. Komunikasi organisasi terjadi kapan pun setidak-tidaknya satu orang yang menduduki suatu jabatan dalam suatu organisasi menafsirkan suatu pertunjukan. Fokus komunikasi organisasi adalah anggota-anggota dalam organisasi. Proses penciptaan makna atas interaksi yang menciptakan , memelihara dan mengubah organisasi. Komunikasi lebih dari sekedar alat, ia adalah cara berpikir. Tujuan komunikasi dalam proses organisasi tidak lain dalam rangka membentuk saling pengertian (mutual understanding). Pendek kata agar terjadi penyetaraan dalam kerangka referesi (frame of references) maupun bidang pengalaman (field of experiences). Dikatakan oleh Redi Panuju (hal 2) meskipun nyaris mustahil menyamakan ranah kognitif individu-individu dalam organisasi, tetapi melalui kegiatan komunikasi yang terencana dan subtansi isinya terdesain, minimal terjadi proses penyebarluasan (difusi) dimensi-dimensi organisasi pada setiap orang. Kesalahkaprahan utama dalam berkomunikasi adalah asumsi-asumsi bahwa (1) makna terdapat dalam informasi atau pesan dan (2) makna dapat dipindahkan dari seseorang kepada orang lain.

Pesan mungkin ditunjukkan dalam bentuk verbal (bahasa) atau bentuk nonverbal (non bahasa) dan sarana lisan, tertulis atau gambar

Tabel di bawah ini memperlihatkan kategori-kategori yang paling lazim

TABEL 1

CONTOH BENTUK PESAN

Verbal Non Verbal
Lisan Wawancara Berbicara Pelan
Tertulis Laporan Diagram atau tata Letak
Gambar Uraian suatu adegan Sketsa suatu adegan

Sumber : Wayne and Pace , 2002: 30

Sedangkan John Schemerhorn (1999, hal 65 ) berpendapat bahwa:

Komunikasi organisasi adalah proses khusus melalui informasi yang mengalir dan dipertukarkan diantara orang-orang di seluruh organisasi. Informasi seperti itu mengalir baik melalui struktur formal maupun struktur informal, dan ia mengalir ke arah bawah, ke atas, dan dalam samping.

Barry Cushway dan Dereck Lodge dalam Redi Panuju (Panuju, Redi, 1999: 2) menggambarkan bahwa fungsi komunikasi dalam organisasi sebagai pembentuk Organisation Climate, yaitu iklim organisasi yang menggambarkan suasana kerja organisasi atau sejumlah keseluruhan perasaan dan sikap orang-orang yang bekerja di dalam organisasi.

Di samping komunikasi mempunyai andil membangun iklim organisasi, juga berdampak pada membangun budaya organisasi (Organisation Culture) yaitu nilai dan kepercayaan yang menjadi titik pusat organisasi. Budaya organisasi dibangun dari kepercayaan yang dipegang teguh secara mendalam tentang bagaimana organisasi dijalankan atau beroperasi.

Beberapa saluran komunikasi organisasi (Schemerhorn, 1999) :

SALURAN FORMAL DAN INFORMAL

Struktur formal dan informal mengikuti rantai perintah yang ditetapkan oleh hirarki otoritas suatu organisasi. Karena saluran komunikasi formal diakui secara resmi dan otoriter, maka komunikasi formal bersifat khas untuk komunikasi tertulis dalam bentuk surat,memo, pernyataan kebijakan dan pengumuman-pengumuman lain yang harus dipatuhi. Dalam organisasi-organisasi yang lebih progresif, komunikasi formal sangat informatif mencakup laporan kinerja dan mendukung “empowerment” dengan memastikan bahwa karyawan pada semua tingkatan memiliki informasi yang diperlukan untuk membuat keputusan-keputusan tentang karyawan mereka.

Saluran informal berkembang secara terpisah dari struktur formal dan tidak mengikuti rantai perintah. Saluran ini kadang-kadang disebut dengan desas-desus. Keuntungan-keuntungan “desas-desus” antara lain adalah kemampuannya untuk memindahkan informasi dengan cepat dan efisien.

Dimensi-dimensi komunikasi organisasi menurut Onong Uchjana (dalam Rusadi Ruslan , 2001: 80 ) adalah :

1. Komunikasi vertikal

Yakni arus komunikasi dua arah timbal balik. Komunikasi jenis ini memegang peranan cukup vital dalam melakanakan fungsi-fungsi manajemen yaitu Komunikasi dari atas ke bawah (downward communication) dan dari bawah ke atas (upward communication). Dalam arus komunikasi vertikal-dari atas ke bawah- tersebut pihak pimpinan memberikan instruksi, petunjuk, informasi, penjelasan dan penugasan lain sebagainya kepada bawahan. Kemudian arus komunikasi ke atas diterima dalam bentuk bawahan memberikan laporan, pelaksanaan tugas, sumbang saran dan hingga pengaduan kepada pimpinannya masing-masing.

b. Komunikasi horizontal

Merupakan komunikasi satu level yang terjadi antara para karyawan dengan karyawan lainnya, antara pimpinan satu departemen dengan departemen lainnya dalam satu tingkatan dan lain sebagainya

1. Komunikasi eksternal

Komunikasi eksternal berlangsung atau terjadi dua pihak antara pihak organisasi/lembaga dengan pihak luar. Misalnya komunikasi dengan pihak kreditur, rekan bisnis, pelanggan, community relations, dsb.

Adapun tujuan komunikasi organisasi adalah sebagai berikut (Ruslan, Rosady hal 84) :

1. Mempertukarkan simbol

Dalam berkomunikasi antara komunikator dan komunikan akan terjadi suatu pertukaran simbol atau bentuk lambang dengan pengertian yangsama, dan dapat disampaikan secara lisa atau tertulis. Dalam metode komunikasi pada organisasi, instruksi, perintah, pesan dan informasi yang berasal dari atasan tersebut akan disampaikan melalui kata-kata yang diucapkan secara lisan atau tertulis seperti nota dinas, laporan pekerjaan, peraturan administrasi pekerjaan dsb. PR dituntut untuk memiliki pemahaman terhadap bagaimana saluran komunikasi organisasi tersebut bekerja dan memastikan bahwa semua saluran baik formal maupun informal berjalan secara baik dan mengurangi hambatan komunikasi.

b. Membentuk makna tertentu

Komunikasi bersifat transaksional dalam artian orang akan saling belajar satu dengan yang lain, tukar pengalaman atau pengetahuan melalui simbol-simbol yang dimengerti dan membentuk suatu makna tertentu, yang hanya dapat dipahami oleh kedua belah pihak.

2. Mengembangkan harapan-harapan

Maksudnya adalah mempelajari simbol-simbol tersebut dan kemudian menghubungkannya dengan pengalaman yang diperoleh, serta mengamati dan menganalisis apa yang dilakukan oleh pihak lain.

Dalam komunikasi organisasi pun kita kenal penghalang atau hambatan dalam berkomunikasi, yang dapat berupa berikut ini :

1. Persepsi selektif :melihat dan mendengar berdasarkan kebutuhan, motivasi, pengalaman, latar belakang dan karakteristik pribadi

2. Emosi : perasaan si penerima ketika menerima suatu pesan komunikasi akan mempengaruhi penafsiran pesan

3. Media. Apakah pesan dicetak, diumumkan atau disebarluaskan?Apakah pesan diukir di suatu papan atau dicat dinding? Kadang-kadang pesan merupakan bagian tak terpisahkan dari peralatan atau proses.

4. Faktor psikologi. Pengirim mungkin mempunyai gaya hidup dan latar belakang yang berbeda dengan penerima pesan. Misalnya harga memiliki makna yang berbeda bagi pembeli yang membayar tunai dengan pemakai kartu kredit.

5. Faktor pendidikan. Bahasa yang terlalu kompleks akan sulit dipahami. Pada umumnya, dalam bahasa bisnis, kata-katanya harus sederhana dan kelimat harus singkat.

6. Faktor budaya: pesan bisa terdistorsi dari maksud asalnya, karena pengaruh budaya yang menyaring cerapan yang diterima. Di Perancis, misalnya warna kuning mempunyai citra tidak setia.

7. Ketrampilan mendengarkan. Pesan harus diterima dengan penuh perhatian. Kurangnya konsentrasi penerima pesan membuat pesan tidak sempurna














BUDAYA ORGANISASI

Secara umum, bila orang-orang berinteraksi selama beberapa waktu, mereka membnetuk suatu budaya. Setiap budaya mengembangkan harapan-harapan yang tertulis maupun tidak tertulis tentang perilaku (aturan dan norma-norma) yang mempengaruhi para anggota budaya itu. Tetapi orang-orang tidak hanya dipengaruhi budaya tersebut, mereka menciptakan budaya. Setiap organisasi memiliki satu budaya atau lebih yang memuat perilaku-perilaku yang diharapkan-tertulis atau tidak tertulis.

TUJUAN KARAKTERISTIK PRIMER BUDAYA ORGANISASI

1. Inovasi dan pengambian resiko: sejauh mana para karyawan

didorong untu inovatif dan mengarnbil resiko

2. Orientasi hasil: sejauh mana menjadi memfokus pada hasil

bukan pada teknik dan proses

3. Perhatian ke rincian: presisi, analistis dan perhatian.

4. Orientasi orang : sejauh mana keputusanmenjadi

memperhitungkan efek hasil pada orang-orang.

5. Orientasi tim: Sejauh mana kegiatan kerja diorangkan sekitar tim

6. Keagresifan: sejauh mana orang-orang itu agresif dan kompetitif

dan bukannya santai

7. Kernantapan: sejauh mana kegiatan orang menekankan

dipertahankannya status

FUNGSI BUDAYA

o Budaya mencipatakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi
o dan yang lain.
o Budaya membawa rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi
o Mempermudah timbulnya komitmen yang luas
o Meningkatkan kemantapan sistem sosial
o Perekat sosial yang membantu memepersatukan organisasi itu.



BUDAYA DOMINAN

Mengungkapkan nilai-nilai inti yang dianut bersarna oleh suatu

mayoritas anggota organisasi itu.

ANAK BUDAYA

Budaya-budaya mini di dalam suatu organisasi yang lazimnya

ditentukan oleh rambu departemen dan pemisahan geografis.

NILAI INTI

Nilai primer atau dominan yang diterima baik diseluruh organisasi

Budaya Kuat Versus Budaya Lemah

Budaya kuat : budaya dimana nilai-nilai inti dipegang secara intensif

dan dianut bersama secara meluas

Mempunyai dampak yang lebih besar pada perilaku

karyawan karena:

* Tingginya tingkat kebersamaan (sharedness)
* Memperlihatkan kesepakatan yang tinggi di kalangan anggota

Budaya organisasi dalam praktek nyata

1. The Walt Disney Co

- Tidak ada karyawan, melainkan yang ada anggota pelaku (cast

member)

- Pelanggan adalah ”tamu” , kendaraan disebut atraksi

2. MCI Communications

Senioritas maupun kesetiaan pada korporasi tidak

penting mendorong individu-individu agar unik, karyawan bebas

dan fleksibel

3. Levi Strauss:

o Keterbukaan : menjadi memperlihatkan sifat langsung, terbuka,
o komitmen pada sukses orang lain.
o Keanekaragaman : menghargai keanekaragarnan angkatan kerja
o pada semua tingkat organisasi
o Etika : pengharapan yang jelas, mernpraktikkan standar perilaku
o Pemberian kuasa : mendorong wewenang dalarn orang ke bawah.



4. Budaya Workaholic Microsoft : menganut etos kerja tanpa belas

kasihan bekerja lebih dari 12jam sehari

5. Mc Donalds :

QSCV : Quality, Service, Cleanliness, Values

RAGAM BUDAYA

1. Cerita : dongeng dari peristiwa mengenai pendiri organisasi sukses

dari miskin ke kaya. Reaksi terhadap kesalahan masa lalu

2. Ritual : deretan berulang dari kegiatan yang mengungkapkan dan

memperkuat nilai-nilai utama organisasi itu

Contoh: Mary Kay Cosmetics, setiap tahun memberikan hadiah

kepada SPG-nya.

2. Lambang materi
3. Fasilitas yang diberikan oleh korporasi kepada executive puncak.

4. Bahasa : suatu cara untuk mengidentifikasi anggota suatu budaya








Budaya sebagai suatu beban

1. Penghalang terhadap perubahan

2. Penghalang terhadap keanekaragarnan : jika menyingkirkan

kekuatan unik yang dibawa oleh orang-orang dengan latar

belakang berlainan

Bagaimana karyawan mernpelajari budaya

1. Cerita : dongeng dari peristiwa mengenai pendiri organisasi sukses

dari miskin ke kaya.

2. Ritual : deretan berulang dari kegiatan yang mengungkapkan dan

memperkuat nilai-nilai utama dari orang itu

3. Lambang materi :ukuran dan tata letak kantor, keanggunan

perabot, pakaian.

4. Bahasa : dengan mempelajari bahasa, para anggota menegaskan

penerimaan mereka akan budaya itu.

Implikasi bagi komunikasi organisasi

Peranan komunikasi dalam budaya organisasi dapat dilihat secara berlainan bergantung pada bagaimana budaya dikonsepsikan. Bila budaya dianggap sebagai sebuah himpunan artefak simbolik yang dikomunikasikan kepada anggota organisasi untuk pengendalian organisasi, maka komunikasi dapat diartikan sebaga sebuah sarana yang memungkinkan perolehan hasilnya.

Penelitian komunikasi organisasi dari sudut pandang budaya mencakup lebih dari sekedar penelaahan pertukaran resmi pegawai antara orang-orang yang terpilih yang memiliki status. Percakapan sehari-hari mengungkapkan pemahaman organisasi dan jaringan-jaringan makna bersama yang mungkin ada. Perilaku sebagaimana adanya yang memungkinkan adanya rutinitas dan pengorganisian melekat dalam komunikasi