Minggu, 19 Mei 2019



Government Relations
Government Relations (GR) adalah suatu hubungan perusahaan dengan pemerintah pemerintah, yang erat hubungannya dengan lembaga legislatif, peraturan pemerintah dimana dalam hal ini, PR memerlukan keahliah khusus untuk mencapai hasil positif yang dapat di terima oleh publik melalui perencanaan pemerintahan. GR dapat bergerak dalam bidang-bidang seperti alokasi, kesehatan, pertahanan, energi, lingkungan, jasa keuangan, keamanan dalam negeri, kebijakan pajak, telekomunikasi dan transportasi.
Praktisi PR dalam hal ini bertugas untuk menjadi konsultan/memecahkan/menasihati pemerintahan dalam masalah-masalah tertentu :
GR, mendukung klien sebelum mengambil keputusan utama dalam pemerintahan sehari-hari. Advokasi yang efektif sering kali memerlukan kerja yang simultan yang menyangkut 2 strategi utama :
Offense – dalam hal ini, PR bertugas untuk ”move the desimal point” dimana PR harus membagi bagian fraksional dari suatu kegiatan pemerintah. Ini mungkin melibatkan penyusutan jadwal yang lebih pendek dalam kode pajak atau memperluas definisi untuk menyertakan teknologi baru yang akan memenuhi syarat untuk dana pemerintah.
Deffense – Bekerja dengan koalisi di sektor swasta dan pejabat pemerintah untuk memblokir peraturan pemerintah dari yang berdampak negatif neraca korporasi. Hal ini mungkin termasuk ketentuan-ketentuan dalam kesehatan, reformasi peraturan atau undang-undang iklim yang mempunyai efek negatif atau yang tidak seimbang pada korporasi.
Government relations memiliki tugas:
a. Menggali data dari pemerintah
b. Monitoring & interpretasi langkah-langkah pemerintah
c. Menyampaikan feed back dari perusahaan atas berbagai kebijakan pemerintah
d. Membangun posisi
e. Mendukung pemasaran
Government relations memiliki posisi yang penting bagi perusahaan, arti penting government relation adalah menciptakan keselarasan antara berbagai kebijakan pemerintah dengan perusahaan (investasi, kerja sama dagang, pajak dll, memberikan jaminan perlindungan disaat krisis dan mempercepat proses birokrasi atas berbagai kepentingan perusahaan
Hubungan dengan pemerintah tidak dapat dilepaskan dari kegiatan lobbi dan negoisasi dengan pemerintah. Lobby merupakan kegiatan yang dilakukan secara informal untuk mendekati pemerintah sedangkan negoisasi merupakan kegiatan perundingan. Dalam berhubungan dengan pemerintah perlu mengadakan dua pendekatan yaitu secara resmi maupun tidak resmi.Lobby-lobby dalam government relation dalam dilakukan dalam bentuk:
a. Lobby langsung (konvensional)
Contoh : Mengadakan Pertemuan Langsung dengan pemerintah
b. Grass Roots Lobbying
Artinya melibatkan masyarakat atau massa untuk melakukan proses lobbying
Contoh : Memberikan argumen atau pengertian kepadapemerintah bahwa perusahaan ini memiliki hubungan atau kepentingan dengan public/masyarakat
c. Political Action Committees (PACs)
Artinya Melibatkan Masyarakat atau Massa namun dengan konsep yang formal dan adanya kemungkinan unsur politik.
Contoh
Goverment relations

Kehadiran public relations (PR) bagi suatu instansi atau organisasi dirasa penting dan menjadi sebuah keharusan. PR dituntut untuk menjembatani komunikasi antara manajemen dengan karyawan, juga perusahaan dengan pihak luar. Keberadaan PR di suatu perusahaan tidak boleh dipandang remeh. Seperti kita ketahui, tugas PR salah satunya adalah menjaga hubungan harmonis antara karyawan dengan perusahaan, dan perusahaan dengan pihak luar. Misalnya, menciptakan komunikasi yang efektif, keserasian hubungan antara pimpinan dan bawahan, baik secara horizontal maupun vertikal, sehingga dapat memperkuat kerja sama tim. Di sisi lain, PR juga diharapkan dapat membentuk citra yang positif tentang perusahaan.

Di antara banyak perusahaan, PT Unilever Indonesia Tbk. layak dijadikan contoh. Kenapa? Di perusahaan ini PR telah berperan sebagai partner bagi manajemen dan karyawan. Fungsi PR di Unilever berada di Direktorat Corporate Relation (CR). Setidaknya ada tiga tugas utama yang diemban departemennya, yakni protecting, preempting dan promoting. Semua tugas CR nggak jauh-jauh dari reputasi perusahaan. Corporate Relation bertugas memprotect reputasi dan mempreempt seandainya ada isu. CR di Unilever terdiri atas dua departemen, yakni Corporate Communications dan Yayasan Unilever Peduli. Yang disebut terakhir ini bergerak dalam menangani soal Corporate Social Responsibility (CSR). Sementara Corporate Communications memiliki tiga divisi, yaitu divisi internal communications, external communications dan public affair atau Government Relation. Jumlah karyawan di Departemen Corporate Communication sekitar 13 orang.

Membawahi berbagai isu manajemen termasuk dalam fungsi protect. Tugasnya adalah melindungi perusahaan dari segala macam isu atau permasalahan yang muncul, baik dari internal maupun eksternal perusahaan. Kalau di external communication ada yang namanya preempt. Yaitu mengantisipasi isu-isu yang saat ini belum ada, tapi kemungkinan muncul di kemudian hari. Sementara itu, peran internal communication tidak kalah penting. Semua karyawan Unilever adalah ambassador bagi perusahaan. Karena itu, Corporate Communication harus bisa mengomunikasikan dengan baik mengenai kondisi perusahaan kepada karyawan, agar mereka merasa nyaman bekerja di Unilever. Karyawan bisa menjadi duta untuk bersuara di luar.

Internal communication juga harus melakukan upaya untuk dapat memecahkan permasalahan dalam lingkungan interen perusahaan, seperti memelihara hubungan baik antara pimpinan dengan bawahan serta mengadakan komunikasi teratur dan tepat guna dalam perusahaan secara vertikal dan horizontal. Peran Corporate Communication di Unilever sebagai jembatan komunikasi antara manajemen dengan karyawan, bisa dilihat, misalnya, saat menyosialisasikan penerapan Code of Business Principle (COBP) kepada karyawan. COBP ini merupakan program yang dikeluarkan oleh perusahaan mengenai prinsip kode etik berbisnis yang harus ditaati oleh semua karyawan. Dalam hal ini, Corporate Communication harus bisa memastikan bahwa COBP ini tidak hanya perlu diketahui karyawan, tapi mereka pun harus memahami isinya.

Salah satu titik tolak ukuran yang sederhana bagaimana HR dianggap berhasil menjadi strategic business partner bagi perusahaan adalah bagaimana HR dirasakan oleh internal dan external stakeholder memberikan nilai tambah (added value) kepada organisasi. Seperti layaknya suatu bentuk partnership di berbagai hal maka bentuk partnership yang ideal adalah jika kedua belah pihak partner dirasakan saling menjalankan peran dengan baik dan lebih jauh lagi saling memberikan nilai tambah yang diharapkan bagi kedua belah pihak.

Memahami dengan baik apa yang diharapkan oleh internal dan external stakeholders menjadi hal yang sangat penting untuk dilakukan mengingat tanpa penjabaran yang baik fungsi HR akan terlibat kepada kegiatan-kegiatan yang tidak memberikan nilai tambah kepada perusahaan dan stakeholder baik jangka pendek maupun jangka panjang. Untuk merenungkan dan menjabarkan mengenai apa yang menjadi nilai tambah HR di mata organisasi tentunya harus dimulai dengan pertanyaan mendasar mengenai siapa sebetulnya stakeholder dari fungsi HR di organisasi baik dari aspek internal maupun external.

Dari aspek external paling tidak dapat dikategorikan dua pihak yang secara tidak langsung diharapkan mendapatkan nilai tambah dari fungsi HR. Kedua pihak itu adalah Investor dan Customer.

Dari sudut investor tentunya satu hal yang paling diinginkan oleh investor adalah bagaimana fungsi HR dapat menaikkan nilai dan ”kelas” perusahaan, atau dengan kata yang paling sederhana investor selalu akan mengatakan ”show me the money”... money di dalam sudut pandang pandang yang lebih luas dan dalam adalah bagaimana mewujudkan perusahaan yang semakin lama semakin berkembang dan memiliki nilai jual pasar yang semakin tinggi. Hal ini sangat erat kaitannya dengan pengertian intangible asset yang sudah kita bahas secara dalam di penerbitan sebelumnya. Intangible dapat dijabarkan di dalam banyak aspek diantaranya adalah semakin banyaknya SDM yang memiliki talenta yang sesuai dengan strategy di organisasi , semakin efektif nya operasional di organisasi atau semakin baiknya proses inovasi di perusahaan.

                Investor relation adalah strategi manajemen yang mengintegrasi keuangan, komunikasi, marketing, dan keamanan sehingga terjalin komunikasi dua arah yang efektif antara perusahaan dan investor serta berbagai kalangan. Investor relation merujuk pada suatu departemen dalam perusahaan yang bekerja untuk menghandel hubungan shareholder dan investor.

                Biasanya investor relation merupakan departemen atau orang yang melapor pada Chief Financial Officer atau bagian keuangan. Dalam beberapa perusahaan, investor relation diatur oleh public relation atau corporate communication, maka dari itu investor relation juga disebut financial public relation atau financial communication.

                Beberapa perusahaan terbuka sekarang memiliki IRO (Investor Relation Officer) yang bertugas untuk mengatasi beberapa aspek seperti pertemuan para shareholder, press conference, pertemuan pribadi dengan para investor, mengurusi bagian investor relation dalam web perusahaan, dan laporan tahunan perusahaan. Fungsi dari investor relation juga mentransmisi informasi yang berhubungan dengan nilai-nilai intangible seperti kebijakan pemerintah mengenai corporate governance atau corporate social responsibility. Fungsi dari investor relation sendiri haruslah waspada pada isu-isu yang sedang beredar dan yang akan datang yang akan berpengaruh pada kinerja perusahaan.

                Government Relations (GR) adalah suatu hubungan perusahaan dengan pemerintah pemerintah, yang erat hubungannya dengan lembaga legislatif, peraturan pemerintah dimana dalam hal ini, PR memerlukan keahliah khusus untuk mencapai hasil positif yang dapat di terima oleh publik melalui perencanaan pemerintahan. GR dapat bergerak dalam bidang-bidang seperti alokasi, kesehatan, pertahanan, energi, lingkungan, jasa keuangan, keamanan dalam negeri, kebijakan pajak, telekomunikasi dan transportasi.

Praktisi PR dalam hal ini bertugas untuk menjadi konsultan/memecahkan/menasihati pemerintahan dalam masalah-masalah tertentu, seperti Government Affair, Transaction Support, Due Intellegent, Crisis Respone and Reputation Management, Litigation Support

                Dalam Government Affair, GR mendukung klien sebelum mengambil keputusan utama dalam pemerintahan sehari-hari.  Advokasi yang efektif sering kali memerlukan kerja yang simultan yang menyangkut 2 strategi utama , yaitu Offense dan Deffense. Offense – dalam hal ini, PR bertugas untuk ”move the desimal point” dimana PR harus membagi bagian fraksional dari suatu kegiatan pemerintah. Ini mungkin melibatkan penyusutan  jadwal yang lebih pendek dalam kode pajak atau memperluas definisi untuk menyertakan teknologi baru yang akan memenuhi syarat untuk dana pemerintah. Deffense – Bekerja dengan koalisi di sektor swasta dan pejabat pemerintah untuk memblokir peraturan pemerintah dari yang berdampak negatif neraca korporasi. Hal ini mungkin termasuk ketentuan-ketentuan dalam kesehatan, reformasi peraturan atau undang-undang iklim yang mempunyai efek negatif atau yang tidak seimbang pada korporasi.

Dalam Transaction Support, hampir setiap transaksi bisnis membawa tingkat risiko politik. Dalam hal ini, kita harus dapat menasihati dana ekuitas swasta dan bank-bank investasi, telah memainkan peran penting dalam memberikan saran kepada dana tersebut pada akuisisi mereka dalam negeri dan luar negeri dan divestasi

Dalam Due Intellegent, hal ini berhubungan dengan entitas domestik mau pun asing sebelum memulai transaksi atau membuat pengumuman utama. Sebelum melakukan pengumuman tersebut, PR harus melibatkan pembuat kebijakan kunci untuk menerima reaksi dan umpan balik. PR menggunakan informasi untuk mengembangkan sebuah rencana aksi dirancang untuk meminimalkan resiko politik dan kemudian melaksanakan rencana sesuai dengan pengumuman.

Dalam Crisis Respone and Reputation Management, pendekatan untuk mengatasi manajemen krisis melibatkan kebutuhan strategis dan politik langsung dari pemerintahan sambil memastikan bahwa mereka dapat tetap dilindungi dalam jangka waktu yang cukup panjang. PR harus tetap memastikan bahwa titik pandang PR sama dengan titik pandang klien (pemerintahan) dan si pengambil keputusan utama. Untuk mengelola krisis secara efektif adalah memiliki hubungan politik yang kuat; mengumpulkan bukti, fakta, dengan intelegensi yang kuat dan berkelanjutan, maka pesan tersebut harus jelas sehingga dapat mengembangkan suatu strategi yang bagus, dan untuk memastikan bahwa setiap keputusan yang disepakati di awal adalah strategi kita.

Dalam Litigation Support (Litigasi / Litigation : adalah bentuk penanganan klien dalam hal beracara di pengadilan baik itu perkara perdata maupun pidana, termasuk didalamnya mendampingi klien dalam pemeriksaan pada Kepolisian, Kejaksaan, Penyidik Pegawai Negeri Sipil maupun di Komisi Pemberantasan Korupsi dan Pengadilan.) Kongres semakin menjadi suatu lingkungan di mana pengacara penggugat dan perusahaan menggunakan legislator dan proses komite untuk pencarian lebih lanjut mengenai  litigasi mereka. PR menyarankan klien tentang cara bekerja dengan anggota Kongres untuk memajukan tujuan litigasi atau meminimalkan dampak terhadap mereka. Koordinasi dengan strategi media sering penting untuk menjaga reputasi dan citra klien juga mereka yang terkait dengan klien.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar